Sunday, 23 August 2015

Pelarian & Penangkapan Aidit

Pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam,Aidit disuruh oleh Sam untuk segera naik pesawat yang sudah tersedia untuk terbang ke Yogya hanya bersama pendampingnya Kusno,
dan diberi tahu, bahwa nantinya di Yogya akan dijemput oleh Ketua CDB PKI Yogya. Kenyataanya setiba di Yogya tidak ada seorangpun yang datang menjemputnya Hanya diantarkan oleh pendamping dan seorang sopir dari AURI, bertiga kemudian menuju ke rumah Ketua CDB PKI.Yogya. Setibanya ditempat yang dikira rumah Ketua CDB, pada waktu diketuk pintunya, ternyata adalah rumah tokoh NU.

Keberadaan Aidit di Yogya dengan demikian telah diketahui fihak lain, maka untuk menghilangkan jejak, kemudian perjalanan diteruskan ke Salatiga. Beberapa hari kemudian baru melanjutkan perjalanan ke Solo dengan mendapatkan jemputan kendaraan yang dikendarai oleh seorang Cina jago kunthau dari Solo. Tetapi akhirnya tertangkap hidup-hidup setelah beberapa waktu berada di Solo. Sri Harto Penghubung Aidit - Bandrio. Sesampainya Aidit di Solo, dia ditempatkan secara terus berpindah-pindah. Semula disinyalir di Lojigandrung kediaman resmi Walikota Utomo Ramelan, kemudian dipindahkan ke kampung Keparen (sebelah Selatan Pasar Singosaren) dirumah Jupri Prio Wiguno, anggauta PKI malam (jaringan Van der Plas).

Beberapa hari Aidit berada di Keparen, kemudian dijemput oleh Sri Harto, penghubung Aidit - Bandrio. Dengan menyerahkan tanda bukti berupa sesobek kertas krep yang bertanda tangan, sedangkan sobekan yang lainya berada ditangan tuan rumah ialah Jupri tersebut. Setelah sobekan tersebut dicocokan dan memang cocok, maka Aidit diserah terimakan oleh Jupri kepada Sri Harto. Setelah serah terima tersebut, Aidit dengan diboncengkan scooter, dibawa ke rumah KRT. Sutarwo Hardjomiguno di desa Palur sebuah desa disebelah timur kota Solo. Beberapa hari berada di Palur dia sempat berkeliling kota Solo, bahkan sempat menengok markas CC PKI Solo. Kemudian dipindahkan kerumah Sri Harto penghubung tersebut di kampung Kleco yang terletak dibelakang Markas Resimen, dirumah tersebut Aidit tinggal beberapa hari lamanya. Setelah mengambil Aidit dari Keparen Sri Harto melaporkan tentang keberadaan Aidit, kepada para senior Pemuda-Pelajar (Suhari alm. Dan seorang lagi).

Menurut keteranganya karena dia merasa ngeri, melihat perkembangan keadaan, batalion TNI-AD, K, L dan M di Solo telah banyak disusupi PKI. Demikian pula dengan CPM, sehingga banyak tahanan-tahanan penting dapat lolos, antara lain seperti tokoh PKI anggauta Politbiro Ir.Sakirman, sopir Cina penjemput Aidit dari Salatiga dll. Sri Harto percaya kepada para Pemuda-Pelajar dan merasa aman, karena melihat sepak terjang dan perjoangannya sewaktu bergerilya melawan Belanda, perang menumpas pemberontakan PKI 1948 dan waktu itu dalam menghadapi G 30 S di Solo. Setelah Sri Harto memberi laporan tentang keberadaan Aidit tersebut, siasat segera disusun. Untuk menambah kepercayaan Aidit, Sri Harto diberi pengawalan oleh dua orang dari para Pemuda-Pelajar, sekaligus untuk mengawasinya, apakah Sri Harto jujur atau tidak dan kepadanja diberi sepucuk pistol untuk peganganya .

Oleh para senior hal tersebut segera dilaporkan kepada Kol.Yasir yang rupa-rupanya kurang percaya bahkan minta apa jaminanya jika bohong. Jawaban Suhari dia bersedia ditembak mati apabila laporanya tidak benar, karena mereka itu berjoang didorong oleh keyakinanya tiada pamrih pribadi demi untuk menegakkan Republik Indonesia yang mereka ikut mendirikanya.. Keberadaan Aidit di Solo, sudah beberapa hari dibuntuti, sesuai kesepakatan dengan Sri Harto. Laporan kepada Kol.Yasir tersebut rupa-rupanya bocor. Rumah dimana Aidit ditempatkan, ternyata digerebeg oleh sepasukan polisi yang selama itu tidak berperan aktif, dan penyerbuan tersebut sama sekali tidak ada koordinasi, dimaksud hanya untuk menciptakan kekalutan belaka.

Kemudian ketahuan, bahwa Sekretaris Pekuper dari Kol. Yasir, yaitu Letkol Muklis Ari Sudewo, adalah seorang komunis yang mempengaruhi polisi untuk melakukan penyergapan, padahal selama kampanye melawan G30S tidak berperan. Sergapan tersebut karena tanpa koordinasi, hampir menimbulkan bentrokan dengan Pemuda Pelajar yang bertugas untuk mengamat-amati Aidit. Beruntung bahwa sebelumnya Aidit sudah dipindahkan ke kampung Sambeng. Letnan Sembiring (terakhir jendral) yang mengejarnya di Pati tetapi tidak berhasil menangkap, teryata memergoki Muklis Ari Sudewo di Solo, ia menjadi orang kedua Pekuper. Dalam tubuh AD di Solo masih banyak unsur-unsur komunis (bagian operasi, Kapt. Hardijo, CPM a.l Lettu Abu) dll.

Kericuhan dalam operasi sering terjadi karena Pemuda Pelajar sering dijerumuskan kalau melakukan patroli terutama di malam hari, rupa-rupanya unsur-unsur PKI sudah terlebih dahulu diberitahu. Tetapi berkat pengalaman, dapat mencium gelagat yang tidak baik dan tipuan-tipuan tersebut dapat dihindari. Maka setelah itu mereka membuat gerak tipu sendiri sehingga dapat menangkap dan merampas banyak unsur-unsur PKI dan persenjataanya. Kekalutan di Solo ditambah dengan sering bentroknya golongan Islam dengan golongan Nasionalis yang juga banyak dari mereka itu yang diadu domba dan menjadi korban dibantai oleh komunis, menjadikan keadaan bertambah rawan. Sri Harto adalah Ketua SBIM (Sarekat Buruh Industri Metal) di pabrik panci Blima. Bapaknya Sri Harto adalah seorang dari kalangan atas Mangkunegaran, KRT. Sutarwo Hardjomiguno, lincah luwes hingga mampu kekanan-kekiri (kemungkinan besar berada dalam jaringan Van der Plas, karena dapat ketempatan Aidit tanpa bocor).

Kakak Sri Harto menjadi Asisten Wedana (PKI) di Klego daerah Boyolali, yang dinilai banyak merugikan dan menteror rakyat, maka dihabisi oleh rakyat sendiri.. Sri Harto mendapatkan kepercayaan untuk menjadi penghubung Bandrio - Aidit, tetapi karena dia kurang teguh dan ngeri akhirnya membuka kedoknya sendiri, mencari selamat dengan melaporkan tentang keberadaan Aidit di Solo tersebut kepada para senior Pemuda Pelajar.


Aidit Tertangkap

 Saat rumah dimana Aidit tersebut ditempatkan digerebeg oleh sepasukan polisi, Aidit sudah dipindahkan ke kampung Sambeng. Sore harinya Kol.Yasir melakukan operasi penggerebegan baik ke rumah dimana Aidit ditempatkan pada waktu siangnya maupun ke seluruh kampung.Tetapi hingga sekitar pukul 22.00 malam, Aidit belum juga dapat diketemukan. Kemudian operasi dihentikan dan pasukan tentara ditarik dari kampung Sambeng, beberapa ditinggalkan untuk mengamat-amati. Para senior Pemuda-Pelajar yang memberikan laporan kepada Kol.Yasir merasa sangat terpukul dan kecewa, karena selain kena tuduhan pembohong juga telah memberikan jaminan, jika bohong, bersedia untuk ditembak mati. Mereka berkeyakinan bahwa Aidit pasti masih berada dirumah dimana siangnya ditempatkan atau paling tidak masih dikampung Sambeng tersebut.

Para senior Pemuda-Pelajar, kemudian mengambil inisiatif untuk menggeledah dan memagar betis kampung dan rumah tersebut dengan mengerahkan teman-temannya, meskipun mereka menanggung risiko karena berlakunya jam malam. Terutama rumah yang sudah digeledah tersebut digeledah lebih intensif lagi, tetapi tetap tidak diketemukan Aidit. Hanya didalam sebuah almari yang kosong dan menempel rapat dengan dinding penyekat rumah ditemukan sebuah celana dalam, berinitial DA, yang diduga adalah milik Aidit. Rumah tersebut dihuni oleh seorang yang sudah tua, seorang pensiunan pegawai Bea & Cukai bersama cucunya yang gadis remaja.

Sudah susah payah dari pagi sampai tengah malam belum juga mendapat hasil, salah seorang senior Pemuda-Pelajar menemukan akal, dengan menggertak orang tua penghuni tersebut, jika tetap tidak mau mengaku dimana Aidit berada, cucunya akan dipermalukan didepannya. Dengan gertakan demikian orang tua tersebut akhirnya mengaku bahwa Aidit berada dibelakang almari kosong tersebut. Sewaktu dibantah mana mungkin, karena almari tersebut rapat dengan dinding. Mendapat jawaban, bahwa dinding belakang almari tersebut merupakan pintu dan dinding sekat rumah tersebut yang rangkap dengan rongga sekitar 50-60 cm. Ternyata waktu dinding belakang almari tersebut dibuka, Aidit masih berada didalam rongga dinding sekat rumah tersebut Aidit disilahkan keluar dan kemudian diserahkan kepada Kol.Yasir langsung diLojigandrung.

Operasi penggeledahan tahap kedua yang dilakukan oleh para Pemuda Pelajar ini, didampingi oleh Letnan Ning, hingga merupakan tindakan yang berada dibawah petugas resmi . Aidit Dihabisi Tertangkapnya Aidit tersebut segera dilaporkan ke Jakarta oleh Kolonel Yasir, kemudian diperintahkan langsung oleh Jendral Soeharto agar pada kesempatan pertama Aidit dibawa ke Jakarta. Konon kemudian didapat kabar bahwa dalam perjalanan ke Jakarta tersebut ditengah jalan Aidit dihabisi dan tak tentu rimbanya. Hal ini menimbulkan tanda tanya, mengapa seorang tokoh yang demikian penting, selain Sekjen PKI, juga menyandang jabatan resmi sebagai Menko dihabisi begitu saja? Mengapa tidak dikorek keteranganya hingga tuntas dan diajukan ke Pengadilan hingga masyarakat umum mengetahui secara terbuka.

Dalam hal ini sangat terasa adanya sesuatu yang disembunyikan dan merupakan misteri besar. Apakah ada hubunganya dengan kemisteriusan tokoh Aidit? Tertangkapnya Aidit di Solo ini membuka tabir adanya hubungan Aidit dengan Bandrio dan dengan jaringan Van der Plas ( a.l. Jendral Soeharto, yang memerintahkan menghabisi). Suatu konspirasi yang sangat kejam dan telah memakan korban besar dikalangan rakyat.banyak, baik yang komunis maupun yang non komunis.

Pada masa Orde Baru, nama Dipa Nusantara Aidit pernah menjadi nama (yang di)jahanam(kan. Stigma yang disandang oleh ―Aidit‖ demikian parah. Ia tidak hanya dianggap sebagai otak nomer satu Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dalang dari peristiwa G-30-S semata, tetapi lebih dari itu ia dikonstruksi sedemikian rupa sehingga namanya seakan-akan sinonim dengan segala macam laku lancung: penjahat, kejam, brutal dan tak berprikemanusiaan.

Itulah sebabnya tak ada orang yang mau menamai anaknya Aidit. Bahkan keluarga Aidit sendiri, baik kerabat jauh hingga beberapa anaknya, memilih untuk menanggalkan nama Aidit. Sebab nama Aidit pada masa Orde Baru adalah paspor yang bisa mengantarkan siapapun ke labirin kesengsaraan yang tiada putus.
Kampung Sambeng dikepung dari delapan penjuru mata angin. ABRI dan pasukan-pasukan eks Tentara Pelajar dikerahkan. Tampuk komando operasi dipegang langsung Kolonel Jazir Hadibroto. Mereka yakin, buronan yang mereka cari-cari bersembunyi di kampung itu.

Sejak sore tadi Kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen, Solo, diguyur deras hujan. Ketika malam datang, Sambeng tak cuma terasa dingin dan temaram melainkan juga mencekam. Lewat sebuah operasi yang cepat, semua lelaki Kampung Sambeng diperintahkan keluar dari rumahnya masing-masing. Semua dikumpulkan di lapangan. Malam itu, Kampung Sambeng steril dari lelaki. Satu per satu mereka diperiksa. Hasilnya nihil: buronan kelas wahid yang dicari tak ditemukan!

Akhirnya pencarian difokuskan di sebuah rumah di Gang Sidareja. Rumah itu berukuran kecil. Rumahnya memang sangat pas dijadikan tempat sembunyi. Letaknya di ujung gang. Persisnya ada di tepi sebuah sungai dekat sebuah kuburan. Jika buronan yang dicari berhasil selamat hingga ke sungai, alamat ia akan lolos. Bentang alam yang gelap serta penuh dengan alang-alang memudahkan siapa pun bakal lolos dari pengintaian dan kejaran. Itulah sebabnya rumah itu dikepung rapat-rapat. Saking rapatnya, hampir dipastikan mustahil keluar dari rumah incaran tanpa diketahui.

Rumah itu milik seorang perempuan tua bernama Mbok Harjo. Selain Mbok Harjo, tinggal pula sepasang suami istri yang sengaja mengontrak. Si suami bernama Kasim. Tak jelas benar sepasang suami istri ini berasal dari mana dan dalam keperluan apa mengontrak rumah kecil di pjokkan gang yang terpencil itu.
Penggeledahan pun dilakukan. Rumah itu diperiksa dengan detail sedetail-detailnya. Tak ada sedepa pun yang terlewat. Semua ruangan, kolong tempat tidur, lemari pakaian, hingga lemari makan dibongkar. Tapi buronan tak juga ditemukan.
Mustahil! Tentara yakin betul tak mungkin buronan tak ditemukan sebab pengintaian terhadpa rumah Mbok Harjo sudah dilakukan cukup lama. Sejumlah intel ditempatkan di Gang Sidaredja. Ada yang menyamar sebagai penjual es putar. Ada yang menyaru sebagai tukang gorengan. Hasilnya: buronan dipastikan ada di rumah Mbok Harjo. Informasi yang diberikan Brigif 4 yang melakukan pengintaian diyakini tak mungkin meleset. Kecurigaan makin membesar ketika dalam penggeledahan itu ditemukan tiga benda mencurigakan: tas ransel, kacamata, dan radio.
Akhirnya pencarian dimulai kembali. Langkah pertama adalah menginterogasi habis-habisan Pak Kasim yang telah berkumpul bersama semua lelaki Kampung Sambeng. Lewat mulut Pak Kasim itulah diketahui ada sebuah kamar rahasia di rumah Mbok Hardjo. Kamar itu tak mungkin terdeteksi oleh siapa pun yang memasuki salah satu dari dua kamar utama sebab kamar rahasia terletak di antara dua kamar utama. Pintu masuknya pun bukan di salah satu kamar utama itu melainkan melalui ruang makan. Persisnya dari sebuah lemari makan. Tetapi hanya dengan membuka pintu lemari makan pintu masuk kamar rahasia itu tetap tak akan kelihatan. Pintu masuk baru terlihat jika lemari makan itu digeser.
Berdasar informasi itulah penggeledehan dilakukan kembali. Ternyata betul: di balik lemari makan ada pintu rahasia yang menghubungkan ruang makan dengan sebuah kamar persegi panjang yang ukup sempit namun masih mencukupi untuk sekadar duduk dan merebahkan badan.
Setelah didobrak dari luar dan kamar itu terbuka, seorang lelaki berusia 40-an dengan paras lusuh dan pucat kedapatan sedang duduk meringkuk memeluk lutu. Percarian pun berakhir.
Di malam 21 November 1965, Kolonel Jazir Hadibroto lega bukan kepalang. Malam itu akan menjadi pengepungan terakhir. Tunai sudah ia punya tugas. Segera ia kirim kawat kepada atasannya.


No comments:

Post a Comment