Pada tanggal
1 Oktober 1965 tengah malam,Aidit disuruh oleh Sam untuk segera naik pesawat
yang sudah tersedia untuk terbang ke Yogya hanya bersama pendampingnya Kusno,
dan diberi tahu, bahwa nantinya di Yogya akan dijemput oleh Ketua CDB PKI Yogya. Kenyataanya setiba di Yogya tidak ada seorangpun yang datang menjemputnya Hanya diantarkan oleh pendamping dan seorang sopir dari AURI, bertiga kemudian menuju ke rumah Ketua CDB PKI.Yogya. Setibanya ditempat yang dikira rumah Ketua CDB, pada waktu diketuk pintunya, ternyata adalah rumah tokoh NU.
dan diberi tahu, bahwa nantinya di Yogya akan dijemput oleh Ketua CDB PKI Yogya. Kenyataanya setiba di Yogya tidak ada seorangpun yang datang menjemputnya Hanya diantarkan oleh pendamping dan seorang sopir dari AURI, bertiga kemudian menuju ke rumah Ketua CDB PKI.Yogya. Setibanya ditempat yang dikira rumah Ketua CDB, pada waktu diketuk pintunya, ternyata adalah rumah tokoh NU.
Keberadaan
Aidit di Yogya dengan demikian telah diketahui fihak lain, maka untuk menghilangkan
jejak, kemudian perjalanan diteruskan ke Salatiga. Beberapa hari kemudian baru
melanjutkan perjalanan ke Solo dengan mendapatkan jemputan kendaraan yang
dikendarai oleh seorang Cina jago kunthau dari Solo. Tetapi akhirnya tertangkap
hidup-hidup setelah beberapa waktu berada di Solo. Sri Harto Penghubung
Aidit - Bandrio. Sesampainya Aidit di Solo, dia ditempatkan secara terus
berpindah-pindah. Semula disinyalir di Lojigandrung kediaman resmi Walikota
Utomo Ramelan, kemudian dipindahkan ke kampung Keparen (sebelah Selatan Pasar
Singosaren) dirumah Jupri Prio Wiguno, anggauta PKI malam (jaringan Van der
Plas).
Beberapa
hari Aidit berada di Keparen, kemudian dijemput oleh Sri Harto, penghubung
Aidit - Bandrio. Dengan menyerahkan tanda bukti berupa sesobek kertas krep yang
bertanda tangan, sedangkan sobekan yang lainya berada ditangan tuan rumah ialah
Jupri tersebut. Setelah sobekan tersebut dicocokan dan memang cocok, maka Aidit
diserah terimakan oleh Jupri kepada Sri Harto. Setelah serah terima tersebut, Aidit
dengan diboncengkan scooter, dibawa ke rumah KRT. Sutarwo Hardjomiguno di desa
Palur sebuah desa disebelah timur kota Solo. Beberapa hari berada di Palur dia
sempat berkeliling kota Solo, bahkan sempat menengok markas CC PKI Solo.
Kemudian dipindahkan kerumah Sri Harto penghubung tersebut di kampung Kleco
yang terletak dibelakang Markas Resimen, dirumah tersebut Aidit tinggal
beberapa hari lamanya. Setelah mengambil Aidit dari Keparen Sri Harto
melaporkan tentang keberadaan Aidit, kepada para senior Pemuda-Pelajar (Suhari
alm. Dan seorang lagi).
Menurut
keteranganya karena dia merasa ngeri, melihat perkembangan keadaan, batalion
TNI-AD, K, L dan M di Solo telah banyak disusupi PKI. Demikian pula dengan CPM,
sehingga banyak tahanan-tahanan penting dapat lolos, antara lain seperti tokoh
PKI anggauta Politbiro Ir.Sakirman, sopir Cina penjemput Aidit dari Salatiga
dll. Sri Harto percaya kepada para Pemuda-Pelajar dan merasa aman, karena
melihat sepak terjang dan perjoangannya sewaktu bergerilya melawan Belanda,
perang menumpas pemberontakan PKI 1948 dan waktu itu dalam menghadapi G 30 S di
Solo. Setelah Sri Harto memberi laporan tentang keberadaan Aidit tersebut,
siasat segera disusun. Untuk menambah kepercayaan Aidit, Sri Harto diberi
pengawalan oleh dua orang dari para Pemuda-Pelajar, sekaligus untuk
mengawasinya, apakah Sri Harto jujur atau tidak dan kepadanja diberi sepucuk
pistol untuk peganganya .
Oleh para
senior hal tersebut segera dilaporkan kepada Kol.Yasir yang rupa-rupanya kurang
percaya bahkan minta apa jaminanya jika bohong. Jawaban Suhari dia bersedia
ditembak mati apabila laporanya tidak benar, karena mereka itu berjoang
didorong oleh keyakinanya tiada pamrih pribadi demi untuk menegakkan Republik
Indonesia yang mereka ikut mendirikanya.. Keberadaan Aidit di Solo, sudah
beberapa hari dibuntuti, sesuai kesepakatan dengan Sri Harto. Laporan kepada
Kol.Yasir tersebut rupa-rupanya bocor. Rumah dimana Aidit ditempatkan, ternyata
digerebeg oleh sepasukan polisi yang selama itu tidak berperan aktif, dan
penyerbuan tersebut sama sekali tidak ada koordinasi, dimaksud hanya untuk
menciptakan kekalutan belaka.
Kemudian
ketahuan, bahwa Sekretaris Pekuper dari Kol. Yasir, yaitu Letkol Muklis Ari
Sudewo, adalah seorang komunis yang mempengaruhi polisi untuk melakukan
penyergapan, padahal selama kampanye melawan G30S tidak berperan. Sergapan
tersebut karena tanpa koordinasi, hampir menimbulkan bentrokan dengan Pemuda
Pelajar yang bertugas untuk mengamat-amati Aidit. Beruntung bahwa sebelumnya
Aidit sudah dipindahkan ke kampung Sambeng. Letnan Sembiring (terakhir jendral)
yang mengejarnya di Pati tetapi tidak berhasil menangkap, teryata memergoki
Muklis Ari Sudewo di Solo, ia menjadi orang kedua Pekuper. Dalam tubuh AD di
Solo masih banyak unsur-unsur komunis (bagian operasi, Kapt. Hardijo, CPM a.l
Lettu Abu) dll.
Kericuhan
dalam operasi sering terjadi karena Pemuda Pelajar sering dijerumuskan kalau
melakukan patroli terutama di malam hari, rupa-rupanya unsur-unsur PKI sudah
terlebih dahulu diberitahu. Tetapi berkat pengalaman, dapat mencium gelagat
yang tidak baik dan tipuan-tipuan tersebut dapat dihindari. Maka setelah itu
mereka membuat gerak tipu sendiri sehingga dapat menangkap dan merampas banyak
unsur-unsur PKI dan persenjataanya. Kekalutan di Solo ditambah dengan sering
bentroknya golongan Islam dengan golongan Nasionalis yang juga banyak dari
mereka itu yang diadu domba dan menjadi korban dibantai oleh komunis, menjadikan
keadaan bertambah rawan. Sri Harto adalah Ketua SBIM (Sarekat Buruh Industri
Metal) di pabrik panci Blima. Bapaknya Sri Harto adalah seorang dari kalangan
atas Mangkunegaran, KRT. Sutarwo Hardjomiguno, lincah luwes hingga mampu
kekanan-kekiri (kemungkinan besar berada dalam jaringan Van der Plas, karena
dapat ketempatan Aidit tanpa bocor).
Kakak Sri
Harto menjadi Asisten Wedana (PKI) di Klego daerah Boyolali, yang dinilai
banyak merugikan dan menteror rakyat, maka dihabisi oleh rakyat sendiri.. Sri
Harto mendapatkan kepercayaan untuk menjadi penghubung Bandrio - Aidit, tetapi
karena dia kurang teguh dan ngeri akhirnya membuka kedoknya sendiri, mencari
selamat dengan melaporkan tentang keberadaan Aidit di Solo tersebut kepada para
senior Pemuda Pelajar.
Aidit
Tertangkap
Saat rumah dimana Aidit tersebut ditempatkan digerebeg oleh sepasukan
polisi, Aidit sudah dipindahkan ke kampung Sambeng. Sore harinya Kol.Yasir
melakukan operasi penggerebegan baik ke rumah dimana Aidit ditempatkan pada
waktu siangnya maupun ke seluruh kampung.Tetapi hingga sekitar pukul 22.00
malam, Aidit belum juga dapat diketemukan. Kemudian operasi dihentikan dan
pasukan tentara ditarik dari kampung Sambeng, beberapa ditinggalkan untuk
mengamat-amati. Para senior Pemuda-Pelajar yang memberikan laporan kepada
Kol.Yasir merasa sangat terpukul dan kecewa, karena selain kena tuduhan
pembohong juga telah memberikan jaminan, jika bohong, bersedia untuk ditembak
mati. Mereka berkeyakinan bahwa Aidit pasti masih berada dirumah dimana
siangnya ditempatkan atau paling tidak masih dikampung Sambeng tersebut.
Para senior
Pemuda-Pelajar, kemudian mengambil inisiatif untuk menggeledah dan memagar
betis kampung dan rumah tersebut dengan mengerahkan teman-temannya, meskipun
mereka menanggung risiko karena berlakunya jam malam. Terutama rumah yang sudah
digeledah tersebut digeledah lebih intensif lagi, tetapi tetap tidak
diketemukan Aidit. Hanya didalam sebuah almari yang kosong dan menempel rapat
dengan dinding penyekat rumah ditemukan sebuah celana dalam, berinitial DA,
yang diduga adalah milik Aidit. Rumah tersebut dihuni oleh seorang yang sudah
tua, seorang pensiunan pegawai Bea & Cukai bersama cucunya yang gadis
remaja.
Sudah susah
payah dari pagi sampai tengah malam belum juga mendapat hasil, salah seorang
senior Pemuda-Pelajar menemukan akal, dengan menggertak orang tua penghuni
tersebut, jika tetap tidak mau mengaku dimana Aidit berada, cucunya akan
dipermalukan didepannya. Dengan gertakan demikian orang tua tersebut akhirnya
mengaku bahwa Aidit berada dibelakang almari kosong tersebut. Sewaktu dibantah
mana mungkin, karena almari tersebut rapat dengan dinding. Mendapat jawaban,
bahwa dinding belakang almari tersebut merupakan pintu dan dinding sekat rumah
tersebut yang rangkap dengan rongga sekitar 50-60 cm. Ternyata waktu dinding
belakang almari tersebut dibuka, Aidit masih berada didalam rongga dinding
sekat rumah tersebut Aidit disilahkan keluar dan kemudian diserahkan kepada
Kol.Yasir langsung diLojigandrung.
Operasi
penggeledahan tahap kedua yang dilakukan oleh para Pemuda Pelajar ini,
didampingi oleh Letnan Ning, hingga merupakan tindakan yang berada dibawah
petugas resmi . Aidit Dihabisi Tertangkapnya Aidit tersebut segera dilaporkan
ke Jakarta oleh Kolonel Yasir, kemudian diperintahkan langsung oleh Jendral
Soeharto agar pada kesempatan pertama Aidit dibawa ke Jakarta. Konon kemudian
didapat kabar bahwa dalam perjalanan ke Jakarta tersebut ditengah jalan Aidit
dihabisi dan tak tentu rimbanya. Hal ini menimbulkan tanda tanya, mengapa
seorang tokoh yang demikian penting, selain Sekjen PKI, juga menyandang jabatan
resmi sebagai Menko dihabisi begitu saja? Mengapa tidak dikorek keteranganya
hingga tuntas dan diajukan ke Pengadilan hingga masyarakat umum mengetahui
secara terbuka.
Dalam hal
ini sangat terasa adanya sesuatu yang disembunyikan dan merupakan misteri
besar. Apakah ada hubunganya dengan kemisteriusan tokoh Aidit? Tertangkapnya
Aidit di Solo ini membuka tabir adanya hubungan Aidit dengan Bandrio dan dengan
jaringan Van der Plas ( a.l. Jendral Soeharto, yang memerintahkan menghabisi).
Suatu konspirasi yang sangat kejam dan telah memakan korban besar dikalangan
rakyat.banyak, baik yang komunis maupun yang non komunis.
Pada
masa Orde Baru, nama Dipa Nusantara Aidit pernah menjadi nama (yang
di)jahanam(kan. Stigma yang disandang oleh ―Aidit‖ demikian parah. Ia tidak
hanya dianggap sebagai otak nomer satu Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
dalang dari peristiwa G-30-S semata, tetapi lebih dari itu ia dikonstruksi
sedemikian rupa sehingga namanya seakan-akan sinonim dengan segala macam laku
lancung: penjahat, kejam, brutal dan tak berprikemanusiaan.
Itulah
sebabnya tak ada orang yang mau menamai anaknya Aidit. Bahkan keluarga Aidit
sendiri, baik kerabat jauh hingga beberapa anaknya, memilih untuk menanggalkan
nama Aidit. Sebab nama Aidit pada masa Orde Baru adalah paspor yang bisa
mengantarkan siapapun ke labirin kesengsaraan yang tiada putus.
Kampung
Sambeng dikepung dari delapan penjuru mata angin. ABRI dan pasukan-pasukan eks
Tentara Pelajar dikerahkan. Tampuk komando operasi dipegang langsung Kolonel
Jazir Hadibroto. Mereka yakin, buronan yang mereka cari-cari bersembunyi di
kampung itu.
Sejak
sore tadi Kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen, Solo, diguyur deras hujan.
Ketika malam datang, Sambeng tak cuma terasa dingin dan temaram melainkan juga
mencekam. Lewat sebuah operasi yang cepat, semua lelaki Kampung Sambeng
diperintahkan keluar dari rumahnya masing-masing. Semua dikumpulkan di
lapangan. Malam itu, Kampung Sambeng steril dari lelaki. Satu per satu mereka
diperiksa. Hasilnya nihil: buronan kelas wahid yang dicari tak ditemukan!
Akhirnya
pencarian difokuskan di sebuah rumah di Gang Sidareja. Rumah itu berukuran
kecil. Rumahnya memang sangat pas dijadikan tempat sembunyi. Letaknya di ujung
gang. Persisnya ada di tepi sebuah sungai dekat sebuah kuburan. Jika buronan
yang dicari berhasil selamat hingga ke sungai, alamat ia akan lolos. Bentang
alam yang gelap serta penuh dengan alang-alang memudahkan siapa pun bakal lolos
dari pengintaian dan kejaran. Itulah sebabnya rumah itu dikepung rapat-rapat.
Saking rapatnya, hampir dipastikan mustahil keluar dari rumah incaran tanpa
diketahui.
Rumah
itu milik seorang perempuan tua bernama Mbok Harjo. Selain Mbok Harjo, tinggal
pula sepasang suami istri yang sengaja mengontrak. Si suami bernama Kasim. Tak
jelas benar sepasang suami istri ini berasal dari mana dan dalam keperluan apa
mengontrak rumah kecil di pjokkan gang yang terpencil itu.
Penggeledahan pun dilakukan. Rumah itu diperiksa dengan
detail sedetail-detailnya. Tak ada sedepa pun yang terlewat. Semua ruangan,
kolong tempat tidur, lemari pakaian, hingga lemari makan dibongkar. Tapi buronan
tak juga ditemukan.
Mustahil!
Tentara yakin betul tak mungkin buronan tak ditemukan sebab pengintaian
terhadpa rumah Mbok Harjo sudah dilakukan cukup lama. Sejumlah intel
ditempatkan di Gang Sidaredja. Ada yang menyamar sebagai penjual es putar. Ada
yang menyaru sebagai tukang gorengan. Hasilnya: buronan dipastikan ada di rumah
Mbok Harjo. Informasi yang diberikan Brigif 4 yang melakukan pengintaian
diyakini tak mungkin meleset. Kecurigaan makin membesar ketika dalam
penggeledahan itu ditemukan tiga benda mencurigakan: tas ransel, kacamata, dan
radio.
Akhirnya
pencarian dimulai kembali. Langkah pertama adalah menginterogasi habis-habisan
Pak Kasim yang telah berkumpul bersama semua lelaki Kampung Sambeng. Lewat
mulut Pak Kasim itulah diketahui ada sebuah kamar rahasia di rumah Mbok Hardjo.
Kamar itu tak mungkin terdeteksi oleh siapa pun yang memasuki salah satu dari
dua kamar utama sebab kamar rahasia terletak di antara dua kamar utama. Pintu
masuknya pun bukan di salah satu kamar utama itu melainkan melalui ruang makan.
Persisnya dari sebuah lemari makan. Tetapi hanya dengan membuka pintu lemari
makan pintu masuk kamar rahasia itu tetap tak akan kelihatan. Pintu masuk baru
terlihat jika lemari makan itu digeser.
Berdasar
informasi itulah penggeledehan dilakukan kembali. Ternyata betul: di balik
lemari makan ada pintu rahasia yang menghubungkan ruang makan dengan sebuah
kamar persegi panjang yang ukup sempit namun masih mencukupi untuk sekadar
duduk dan merebahkan badan.
Setelah
didobrak dari luar dan kamar itu terbuka, seorang lelaki berusia 40-an dengan
paras lusuh dan pucat kedapatan sedang duduk meringkuk memeluk lutu. Percarian
pun berakhir.
Di
malam 21 November 1965, Kolonel Jazir Hadibroto lega bukan kepalang. Malam itu
akan menjadi pengepungan terakhir. Tunai sudah ia punya tugas. Segera ia kirim
kawat kepada atasannya.
No comments:
Post a Comment