Akhir
petualangan Lettu Doel Arif pun tak jelas. Sebagai komandan
Pasukan Pasopati
yang menjadi operator G 30 S, ia adalah tokoh kunci. Ia bertanggung jawab
terhadap operasi penculikan jenderal-jenderal pimpinan AD. Tapi Doel Arief,
yang ditangani langsung oleh Ali Moertopo, hilang bak ditelan bumi. Bentuk
hukuman apa yang diberikan Ali Moertopo bagi Doel Arief? Mungkin saja ia
langsung di-dor, seperti halnya D. N. Aidit oleh Kolonel Yasir Hadibroto. Atau,
bukan tidak mungkin, ketidak-jelasan Doel Arief lebih mirip dengan misteri
tentang Sjam Kamaruzzaman.
Kalau
dilihat secara holistik dengan asumsi bahwa G 30 S betul-betul merupakan
skenario kudeta peran Doel Arief tidak begitu penting. Setidaknya, ia hanyalah
pion yang dimainkan para elit diatasnya. Perannya hanya sebagai pelaksana untuk menculik para jenderal.
Namun kalau diasumsikan bahwa G 30 S merupakan skenario jendral untuk menabrakkan PKI
dan AD guna memunculkan konstelasi politik baru di Indonesia, maka Lettu Doel
Arief adalah keyperson, seperti halnya Sjam.
Mencari Keadilan Dalam sebuah operasi intelijen,
antara operator dan pengguna (desainer gerakan), tak ada struktur komando
langsung. Yang ada hanyalah pivot atau penghubung secara tidak langsung, yang
biasanya dimainkan oleh beberapa aktor kunci. Kalau Sjam dianggap sebagai
desainer G 30 S, dan Untung adalah pelaksana maka tesis yang muncul adalah;
Doel Arief sebagai pivot. Dalam istilah intelijen, ia adalah faktor cut disadari
atau tidak disadari oleh Doel Arief sendiri. Kalau operasi intelijen, ternyata
gagal, faktor cut memang harus di-cut artinya di-dor agar tidak meninggalkan
jejak.
Berdasarkan
atas asumsi diatas, dapat disusun rekonstruksi sebagai berikut. Sjam mendisain
gerakan yang dirancang untuk dilakukan Untung. Namun, ada pihak ketiga yang
memanfaatkan Lettu Doel Arief untuk mengacaukan gerakan. Cara kerjanya mirip
dengan virus komputer yang dirancang untuk mengacaukan program/ sistem. Kalau
semula tidak ada perintah bunuh terhadap para jenderal, tetapi oleh Doel Arief
(selaku komandan Pasukan Pasopati), diberikan instruksi "tangkap hidup
atau mati". Akhirnya gerakan menjadi kacau balau.
Betulkah eks
Lettu Doel Arief merupakan faktor cut yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga?
lalu, siapakah pihak ketiga itu? Soeharto-kah?
Sulit untuk
menyimpulkan. Perkembangan yang terjadi sungguh-sungguh rumit. Lettu Doel Arief
bergabung bersama Pelda Djahurub dalam operasi di rumah Nasution. Tetapi
ternyata operasi itu gagal. Nasution lolos. Bahkan Pierre Tendean dan Karel
Sasuit Tubun (pengawal di rumah Leimena) menjadi korban. Operasi penculikan di
rumah Nasution itu sendiri sama sekali tidak elegan. Sebab dari awal sudah
memancing keributan; yang berarti membuka kemungkinan untuk gagal.
Menurut
keterangan yang diperoleh dari pengadilan Gathut Soekresno, sebetulnya
diperoleh petunjuk tentang Doel Arief. Ketika ditanya Hakim apa tindakan yang
diambil Gathut (selalu petugas pengamanan basis di Halim, di bawah komando
Mayor Soedjono) setelah jenderal-jenderal itu dibawa ke Lubang Buaya, Gathut
menjawab: "Doel Arief memaksa meminta saya supaya dibereskan saja.
Saya tidak
tahu apa yang harus saya perbuat, kemudian saya menulis surat kepada Mas Jono
(maksud-nya, Mayor Udara Soedjono), yang disampaikan per kurir yang bunyinya
ialah bagaimana mengenai para jenderal yang sudah ada di Lubang Buaya, terutama
yang masih hidup.
Oleh karena
waktu itu kami dalam keadaan gugup, maka kami suruhkan kurir untuk membawa
surat sampai kedua kali untuk minta keputusan Mas Jono, yang pada waktu itu
berada di PENAS (gedung penas). Lagipula oleh karena Saudara Doel Arief waktu
itu mengulangi lagi permintaannya, memaksa-maksa dan membentak-bentak, maka
kami jawab kami belum mengerti bagaimana saya harus perbuat, karena ketentuan
harus datang dari Mas Jono.”
"Mula-mula
kita sepakati para jenderal itu dihadapkan kepada Presiden/Panglima Tertinggi
Bung Karno di Istana. Pelaksanaannya oleh Resimen Cakrabirawa yang dikomandoi
Letkol Untung. Komando pelaksananya Letnan Doel Arief. Tanpa sepengetahuan
Brigjen Supardjo dan saya sendiri, Sdr. Sjam ikut Letkol Untung. Kami baru tahu
setelah selesai pelaksanaan atas laporan Letnan Doel Arief. Saya dan Brigjen
Supardjo kaget.
"Kenapa
sampai mati?" tanya Pak Pardjo. Letnan Doel Arief 25 menjawab bahwa Sjam
menginstruksikan bahwa bila mengalami kesulitan mengha-dapi para jenderal,
diambil saja hidup atau mati. Mereka melaksanakan perintah Sjam karena tahu
bahwa Sjam duduk dalam pimpinan intel Cakrabirawa."
Bagi anda yang berminat dengan permainan
kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di judi
bola online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka
anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan
fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
No comments:
Post a Comment