Sekarang
kita bicarakan tentang Sjam Kamaruzzaman, tokoh Peristiwa September 1965 yang
paling misterius.
Nama aslinya
adalah Sjamsul Qamar Mubaidah. Dia adalah tokoh kunci G30S dan orang nomor satu
di Biro Khusus PKI yang bertugas membina simpatisan PKI dari kalangan ABRI dan
pegawai negeri sipil. Sjam kelahiran Tuban, Jawa Timur, 30 April 1924.
Pendidikannya hanya sampai kelas tiga Land & Tunbow School dan Suiker school, Surabaya. Karena
Jepang keburu masuk ke Indonesia, maka Sjam tidak menamatkan sekolahnya. Pada
tahun 1943 dia masuk sekolah dagang di Yogyakarta tapi itu pun hanya sampai
kelas 2.
Setelah
proklamasi kemerdekaan, Sjam ikut berjuang memanggul senjata dalam pertempuran
di Magelang tahun 1945 - 1946, Ambarawa dan Front Mranggen, Semarang. Dia
sempat memimpin kompi laskar di Front Semarang Barat. Sekembalinya dari Front
tersebut, ia menjadi anggota Pemuda Tani dan menjadi pemimpin Laskar Tani di
Yogyakarta.
Tahun 1947,
menjelang Agresi Militer Belanda I (Clash I), ia membentuk Serikat Buruh Mobil,
sebuah organisasi buruh yang beraliran kiri. Pada akhir 1947, ketika SBKP
(Serikat Buruh Kapa dan Pelabuhan) didirikan, Sjam juga menjadi pimpinan,
bahkan kemudian menjadi ketua. Ia banyak mempelajari teori Marxis pada periode
tersebut.
Tahun 1950,
dia menajdi Wakil Ketua SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia)
Jakarta Raya. Tahun 1951 sampai 1957. dia menjadi staf anggota Dewan Nasional
SOBSI. Dan barulah semenjak tahun 1957, dia menjadi pembantu pribadi DN. Aidit.
Mulai tahun 1960, Sjam ditetapkan menjadi anggota Departemen Organisasi PKI.
Empat tahun setelah itu, dia memperkenalkan bentuk pengorganisasian
anggota-anggota PKI yang berasal dari ABRI. Lahirlah apa yang disebut Biro
Khusus Sentral pada tahun 1964.
Sjam mengaku
bahwa dia ditugaskan oleh Aidit untuk memimpin biro khusus tersebut. Suatu biro
yang menangani pekerjaan khusus yaitu pekerjaan yang tidak dapa dilakukan
melalui aparat-aparat terbuka yang lain, terutama di bidang militer dan bidang
lainnya yang harus dikerjakan secara klandestin atau bawah tanah.
Ketika mulai
dekat dengan Aidit, Sjam menjalin hubungan dengan anggota ABRI. Channelnya dia
sangatlah mengagumkan. Ia pernah menjadi informan Moedigdo, seorang komisaris
polisi. Kelak salah satu anak Mudigdo diperistri oleh Aidit. Sjam juga
disebut-sebut pernah menjadi intelnya Kolonel Soewarto, direktur seskoad pada
tahun 1958. Melalui cabang-cabang di daerah, Sjam berhasil mengadakan
kontak-kontak tetap dengan kira-kira 250 perwira di Jawa Tengah, 200 di Jawa
Timur, 80 sampai 100 di Jawa Barat, 40 hingga 50 di Jakarta, 30 - 40 di
Sumatera Utara, 30 di Sumatra Barat dan 30 di Bali.
Sjam ibarat
hantu yang bisa menyusup kemana saja ia mau. Sehingga banyak orang yang yakin
bahwa sesungguhnya Ia adalah agen ganda. Dia bukan cuma bekerja untuk PKI,
tetapi juga bertugas sebagai spionase untuk kepentingan-kepentingan lain. Ada
lagi yang meyakini bahwa Sjam adalah agen rahasia ganda untuk KGB dan CIA. Lalu
ada juga yang bilang bahwa Sjam itu adalah orang sipil yang menjadi informan
tentara.
Sjam
dianggap sebagai tokoh terpenting dalam peristiwa september 1965 ini yang
membuat bukan saja PKI, tetapi juga kekuatan-kekuatan politik nasionalis,
runtuh dalam beberapa hari seperti layaknya rumah kertas. Setelah G 30 S
meletus dan kemudian gagal (atau didesain untuk gagal), Sjam pun menghilang.
Menurut Mayjen Tahir, perwira pelaksana Team Pemeriksa Pusat, Sjam ditangkap di
daerah Jawa Barat sekitar akhir tahun 1965 atau awal 1966.
Banyak orang
sepakat bahwa sesungguhnya Sjam adalah tokoh kunci dalam peristiwa September
1965 tersebut. Tetapi sejauh manakah peranan yang dia mainkan ?
Saat Bung
Karno jatuh sakit, Sjam dipanggil Aidit ke rumahnya tanggal 12 Agustus 1965 dan
dalam pertemuan itu, Aidit mengemukakan suatu hal yaitu "seriusnya sakit
Presiden dan adanya kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera
apabila beliau meninggal"
Kemudian
Aidit meminta Sjam untuk "meninjau kekuatan kita" dan
"mempersiapkan suatu gerakan". Atas dasar instruksi tersebut maka
Sjam dan rekan-rekannya dari Biro Khusus yakni Pono dan Walujo membicarakan
kemungkinan ikut serta dalam "suatu gerakan", dan memutuskan untuk
mendekati Kolonel Latief, Komandan Brigade Infantri I Kodam Jaya, Letkol
Untung, komandan salah satu dari tiga batalyon pasukan pengawal istana Cakrabirawa
di Jakarta dan Soejono dari AU, komandan pertahanan pangkalan Halim. Petunjuk
inilah yang menunjukkan bahwa Sjam adalah inisiator dari gerakan yang kemudian
gagal.
Di sisi lain
ada yang meragukan bahwa inisiatif itu datangnya dari Sjam. Keterangan Untung
dalam sidang pengadilannya mengatakan bahwa semua gerakan itu adalah idenya dan
Kolonel Latief dan bukan ide Sjam.
Sementara
itu, eksekusi terhadap para jenderal, juga bukan atas inisiatif Sjam. Gathut
Soekresno yang dihadapkan sebagai saksi atas perkara Untung pada tahun 1966,
memberi petunjuk bahwa Doel Latief lebih berperan, kendati sebetulnya Mayor
Udara Soejono adalah yang bertanggung jawab terhadap nasib para jenderal
ter-sebut.
Di
pengadilan, Sjam memang divonis mati. Akan tetapi, banyak mantan tahanan
politik penghuni RTM (Rumah Tahanan Militer) Budi Mulia, Jakarta Pusat,
meragu-kan apakah Sjam betul-betul dieksekusi.
Dari para
mantan tapol penghuni RTM Budi Mulia, lebih banyak yang percaya, Sjam dilepas.
Ia ganti identitas dan hidup sebagaimana orang biasa, atau bahkan sudah kabur
ke luar negeri. Semua itu tidak lepas dari jasanya terhadap pemerintahan Orde
Baru dibawah Jenderal Soeharto.
Beberapa
pendapat yang menyatakan bahwa Sjam adalah agen ganda, memang didasarkan pada
logika yang dapat diterima. Dugaan itu sesuai dengan karakteristik Sjam yang
cukup cerdas dan penuh perhitungan, akan tetapi misterius. Dia tidak banyak
omong. Karakteristik tokoh ini ditampakkan oleh ciri-ciri fisiknya; berkulit
gelap, berambut keriting, tinggi 170 cm, sering memakai baju drill, dan ada
codetan di pipi dekat mata kanannya.
John Lumeng
Kewas, Ketua Presidium GMNI tahun 1957 - 1965 dan juga wakil sekjen PNI
menceritakan percakapannya yang pernah terjadi dengan Sjam bahwa dia menanyakan
kepada Sjam kenapa PKI melakukan pemberontakan pada 30 September 1965. Dia
dengan hati-hati mengatakan, "Bung John perlu tahu, bahwa memang PKI
berniat menangkap Bung Karno". Ketika John menanyakan alasannya, kembali Sjam
menjawab "Bung Karno memimpin revolusi itu secara plin-plan"
Perlakuan
istimewa petugas LP terhadap Sjam juga diakui oleh banyak orang. Sjam bisa
lebih leluasa berada di luar sel dan tampak akrab berbincang-bincang dengan
petugas.
Eks Kolonel
Latief mengatakan bahwa sekitar tahun 1990 Sjam Kamaruzzaman pun masih ditahan
di Cipinang. Sementara hal itu bertentangan dengan cerita seorang mantan
pejabat di lingkungan Depkeh RI bahwa Sjam dilepaskan pada malam hari di bulan
September 1986 atas seizin Soeharto.
Demikianlah
sekelumit tentang misteri orang paling misterius dalam pemberontakan September
1965 Sjam Kamaruzzaman.
Bagi anda yang berminat dengan permainan
kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di
agen judi online dan daftar menjadi
member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus.
Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan
menemani anda selama 24 jam penuh.
No comments:
Post a Comment