Bagian
Pertama
“Berbeda
dengan Angkatan Darat, sumber dana politik PKI sedikit lebih terselubung dan
nyaris tak terbuktikan, karena tak ada pihak yang betul-betul memiliki
bukti-bukti hitam putih aliran dana PKI”.
ADALAH
menarik bahwa dalam kurun waktu Nasakom, PKI yang menempatkan perjuangan kelas
sebagai kegiatan politik ideologisnya, boleh dikatakan tak pernah menyentuh
wilayah persoalan kesenjangan sosial yang terkait dengan kelompok etnis Cina.
Hubungan PKI di bawah Aidit dengan Cina Komunis Aidit dianggap sebagai kelompok
sayap Peking dan keberadaan Baperki sebagai organisasi kaum peranakan Cina di
Indonesia yang berkiblat kiri, dapat menjelaskan mengapa PKI relatif menjauhi
masalah kesenjangan sosial dan ekonomi yang terkait dengan etnis Cina di
Indonesia. Terdapat pula unsur pragmatis dalam hal ini.
Secara umum,
sumber dana untuk segala kegiatan politik PKI tak banyak disinggung. Ini
berbeda dengan kelompok jenderal yang memegang kendali Angkatan Darat yang
berhadapan dalam pertarungan politik dan kekuasaan dengan PKI. Sumber dana non
budget air para jenderal saat
itu senantiasa dikaitkan dengan perilaku korupsi, terutama karena posisi
sejumlah jenderal atau perwira tentara dalam berbagai badan usaha milik negara,
yang sebagian adalah bekas perusahaan Belanda yang dinasionalisir pada tahun
1957.
Termasuk di
sini adalah Pertamin dan Permina yang kemudian hari dilebur menjadi Pertamina,
dan diserahkan penanganannya kepada seorang dokter yang juga adalah perwira
Angkatan Darat, Ibnu Sutowo, yang berpangkat kolonel kemudian naik ke jenjang
jenderal. Beberapa posisi penting di bawahnya umumnya juga dipegang kalangan
tentara. Konsesi di perusahaan perminyakan ini diberikan sebagai bagian dari
semacam deal politik maupun saling pengertian yang mungkin saja tak pernah
diucapkan dengan cara yang betul-betul terus terang antara Presiden Soekarno
dengan pihak militer di bawah Mayor Jenderal Nasution sebelum Dekrit 1959.
Berbeda
dengan Angkatan Darat, sumber dana politik PKI sedikit lebih terselubung dan
nyaris tak terbuktikan, karena tak ada pihak yang betul-betul memiliki
bukti-bukti hitam putih aliran dana PKI. Sumber dana utama PKI di masa-masa
awal sebelum Pemilihan Umum 1955 adalah dari gerakan dan jaringan komunis
internasional. Selanjutnya, sumber dana itu bergeser yang mulanya terutama
datang dari Moskow menjadi lebih banyak berasal dari Peking, tatkala Aidit
secara kasat mata membawa PKI lebih berkiblat ke Peking.
Namun Moskow
tak pernah sepenuhnya menghentikan bantuan keuangan, karena pemimpin blok Timur
itu masih tetap mengalirkan dana ke kelompok PKI sayap Moskow yang masih eksis
sebagai faksi urutan kedua di tubuh partai tersebut. Apalagi, di balik yang
terlihat, ada gambaran bahwa Aidit tidak pernah betul-betul meninggalkan
Moskow. Menurut Muhammad Achadi Menteri Transmigrasi dan Koperasi pada Kabinet
Soekarno hingga dekat-dekat saat terjadinya Peristiwa 30 September 1965, Aidit
tetap menjalin hubungan dengan Moskow. Aidit pun tanpa banyak diketahui pihak
lain berkali-kali datang ke Moskow sekitar waktu tersebut.
Sumber dana
dalam negeri PKI, termobilisasi melalui Jusuf Muda Dalam yang memegang kendali
Bank Sentral. Tapi sumber keuangan PKI lainnya yang tak kecil juga berasal dari
kelompok-kelompok pengusaha bidang perdagangan dan industri beretnis Cina yang
berhaluan kiri dan atau punya alasan ataupun kepentingan lain.
Bandingkan
dengan Masjumi, yang sebelum menjadi partai terlarang memperoleh aliran dananya
antara lain dari satu dua pengusaha anggota Masjumi yang mendapat fasilitas lisensi
di zaman bermunculannya pengusaha aktentas yang sekedar memperjualbelikan
lisensi tersebut melalui suatu program yang sebenarnya dimaksudkan untuk
membantu pengusaha nasional pada masa tokoh PSI Soemitro Djojohadikoesoemo
menjadi Menteri Perdagangan dalam kabinet Natsir di tahun 1950-1951. Suatu ladang
yang sempit dan ringkas. Pengusaha aktentas memang bukan jenis yang bisa
sepenuhnya diandalkan.
Sebaliknya,
pada tahun lima puluhan, menteri-menteri yang berasal dari Masjumi juga banyak
membantu pengusaha nasional. Jusuf Wibisono, Menteri Keuangan dalam Kabinet
Sukiman-Suwirjo (1951-1952) dan Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957)
selama setahun-setahun, pernah antara lain membantu TD Pardede, pengusaha asal
Sumatera Utara beragama Kristen dan anggota PNI.
Hal serupa
dilakukan pula sebelumnya oleh Sjafruddin Prawiranegara yang menjadi Menteri
Keuangan dalam Kabinet Natsir (1950-1951) dan pada dua kabinet lain pada
masa-masa sebelumnya. Menurut penuturan Pardede (kepada Professor Deliar Noer),
suatu kali ketika usahanya menjadi besar dan sukses ia mendatangi keduanya,
serta M. Sanusi tokoh Masjumi yang juga seorang pejabat di Departemen
Perindustrian, untuk memberikan amplop sebagai tanda terima kasih. Dengan cara
yang baik-baik dan menyenangkan, ketiga tokoh Masjumi itu menolak menerimanya.
Selain
karena faktor militansi tinggi yang dimiliki massa PKI, kelancaran aliran dana
yang dikelola lebih efektif dan efisien dan harus diakui relatif tak tergigit
oleh pengelola partai, seperti yang terjadi pada beberapa partai politik lain
waktu itu menjadikan manuver-manuver politik PKI lebih mobile dan efektif pula.
Maka PKI muncul menonjol di berbagai lini medan pertarungan politik dan
kekuasaan.
Hanya satu
obsesi PKI yang belum juga tercapai, yaitu keberhasilan menciptakan sayap
bersenjata yang tangguh, yang dengan gemilang dicapai oleh Partai Komunis Tjina
di bawah Mao Zedong (Mao Tsetung) masih sejak tahun-tahun awal sejak
kelahirannya. Sebagai ganti dari belum terpenuhinya obsesi tersebut adalah
keberhasilan dalam kadar tertentu dari PKI menginfiltrasi dan menyusupkan
pengaruhnya ke tubuh militer, khususnya Angkatan Darat, yang menjadi lebih
intensif setelah terbentuknya Biro Khusus PKI di tahun 1964. Kelak akan
ternyata bahwa pada saat dibutuhkan sayap PKI dalam militer, meskipun mencapai
tingkat yang cukup signifikan, tidaklah bisa mencapai hasil optimum.
Partai
Komunis Tjina yang lahir tahun 1921, meskipun lebih muda setahun dari PKI,
dalam banyak hal dijadikan PKI sebagai percontohan dari waktu ke waktu,
termasuk dalam obsesi memiliki sayap bersenjata yang andal. Pintu masuk untuk
memenuhi obsesi tersebut, di luar dugaan dibuka oleh Dr Sun Yat-sen pemimpin
Republik (Nasionalis) Cina yang pada sekitar tahun 1920 mengalami akumulasi
kekecewaan terhadap pihak barat.
Melihat
keberhasilan Revolusi Bolsjewik dan berbagai keberhasilan Lenin setelahnya, Sun
Yat-sen yang memiliki sikap dan pandangan yang sosialistis, terangsang untuk
berhubungan dengan Uni Sovjet dan berharap bahwa dari hubungan itu nantinya ia
bisa mendapat apa yang tidak didapatnya dari barat sekaligus bisa mengakhiri
beberapa perlakuan buruk pihak barat pada Cina. Lenin, pemimpin Sovjet,
ternyata tanggap dan segera mengalirkan banyak bantuan kepada Cina yang
dipandangnya dapat bergeser ke kiri di bawah Sun Yat-sen yang juga memahami
Marxisme dan Sosialisme dengan baik. Salah satunya adalah pengiriman sejumlah
penasehat politik dan militer.
Satu di
antara program prioritas Sun Yat-sen kala itu adalah memperbesar militer
Kuomintang dengan bantuan para penasehat militer Sovjet itu. Memperbesar
militer menjadi kebutuhan objektif bagi Sun Yat-sen, karena pada masa itu
sebagian besar panglima militer di berbagai wilayah cenderung menciptakan diri
sebagai warlord di daerah kekuasaannya masing-masing dan banyak menunjukkan
ketidakpatuhan kepada pemerintah pusat.
Sun Yat-sen
mendengar banyak laporan mengenai perilaku seenaknya dari para panglima wilayah
itu, yang bekerjasama dengan tuan-tuan tanah dan orang-orang kaya setempat,
memeras dan menindas rakyat dengan berbagai tindak kekerasan. Mereka pun
mengorganisir kegiatan kriminal dan premanisme untuk tujuan komersial serta
pengumpulan keuntungan materil, mulai dari pelacuran, permadatan hingga
berbagai macam pemerasan. Kelompok kriminal ini juga bersenjata dan berlaku
sewenang-wenang. Para panglima dan perwira-perwiranya, bahkan sampai prajurit
lapisan bawah, sangat koruptif.
Situasi ini
dianggap Sun Yat-sen sangat melemahkan Cina dan bisa membawa Cina ke ambang
kehancuran. Untuk mengatasinya, Sun Yat-sen membutuhkan militer Kuomintang yang
diperbarui dan diperbesar, sehingga akan lebih disegani dan mampu menundukkan
para warlords itu. Sun Yat-sen bertindak radikal dengan membuka pintu bagi
Partai Komunis Tjina turut serta sebagai sumber daya manusia baru dalam
pengembangan militer itu serta mengakomodir para kader partai komunis ke dalam
institusi-institusi pemerintahan. Sejumlah besar kader Partai Komunis mengalir
ke sekolah militer baru yang didirikan dan ditopang instruktur-instruktur
militer dari Rusia (negara induk Uni Sovjet). Ia mengangkat seorang perwira
kepercayaannya, Chiang Kai-shek, sebagai pimpinan sekolah militer itu.
Suatu
program lain, yang menyenangkan bagi Partai Komunis Tjina dipimpin Mao Zedong
adalah program penataan ulang tanah land reform bagi para petani kecil di
daratan Cina yang pada masa itu menjadi salah satu kelompok masyarakat sasaran
pemerasan dan penindasan fisik dari para tuan tanah yang bekerja di bawah
topangan dan lindungan para tentara korup.
Para petani
dijadikan sebagai kuda yang diperas tenaganya, sementara anak-anak gadis mereka
dijadikan sebagai objek seks bagi lapisan berkuasa beserta para kaki-tangan
mereka dan setelah puas menikmatinya dijadikan pelacur di rumah-rumah hiburan.
Program land reform diharapkan Sun Yat-sen menjadi jalan menyelamatkan petani
dan karenanya akan memperoleh dukungan petani sebagai lapisan akar rumput guna
menundukkan para warlord.
Bagi anda yang berminat dengan permainan
kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di judi
bola online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka
anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan
fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
No comments:
Post a Comment