Tuesday 1 September 2015

Satu Masa Pada Suatu Wilayah Merah | Bab 2

Bagian Kedua


“Inisiatif politik Aidit, melontarkan gagasan Angkatan Kelima, sebenarnya adalah semacam take over atas suatu gagasan yang muncul sebelumnya pada kwartal terakhir tahun 1964”.
“Terkesan pada mulanya Soekarno tertarik sedikit saja meskipun memperlihatkan sikap cukup menyambut baik gagasan itu dan untuk seberapa lama belum menunjukkan sikap persetujuan yang jelas”.

KARENA meninggal dunia di tahun 1925, Dr Sun Yat-sen tak berhasil menyaksikan rencana-rencananya rampung terwujud. Ia meninggalkan dua kelompok kekuatan di belakangnya, yakni Chiang Kai-shek bersama sayap kanan Kuomintang-nya dengan tentara yang sudah lebih kuat di satu sisi dan pada sisi lain Partai Komunis Tjina yang juga sudah memiliki sejumlah besar manusia yang terlatih sebagai militer.

Pada dasarnya sejak awal kedua kelompok ini tak pernah cocok, dan terpaksa bersatu dalam satu belanga hanya karena mengikuti kemauan Dr Sun Yat-sen. Setelah Sun Yat-sen meninggal dunia, Jenderal Chiang Kai-shek agaknya sudah merencanakan untuk pada waktunya mengusir para instruktur Rusia kembali ke negerinya dan membersihkan militer dan pemerintahan dari unsur-unsur komunis. Namun sebelum itu, ia memanfaatkan pasukan tentara termasuk orang-orang komunis di dalam tentara untuk suatu operasi militer penaklukan, tidak sekedar mengertak seperti rencana semula almarhum Sun Yat-sen, terhadap para panglima militer terutama di bagian utara daratan Cina, satu persatu.

Chiang Kai-shek berhasil karena masing-masing warlord itu berdiri sendiri, tidak punya hubungan satu sama lain. Chiang pun menundukkan yang terkuat, rezim Shih-kai yang menguasai Peking dan sekitarnya. Chiang lalu menjadi yang paling kuat untuk saat itu, karena selain menguasai militer dan telah mempersatukan seluruh kekuatan militer se-Cina melalui penaklukan, ia pun seperti halnya Sun Yat-sen mengawini seorang puteri keluarga Soong dari Shanghai, keluarga pedagang amat kaya dan memiliki akar pengaruh yang kuat di Cina pada masa itu. Setelah berhasil mengkonsolidasikan kekuasaannya, yang mulai terpetakan sejak 1928 dan menuntaskannya di sekitar tahun 1930, Chiang lalu mulai menjalankan rencananya sejak lama, mengusir orang-orang Rusia dan melakukan pembersihan terhadap orang-orang Partai Komunis Tjina.

Kaum komunis ini terpaksa mengundurkan diri ke bagian tengah dan selatan. Dari daerah-daerah terpencil di sana mereka melancarkan perlawanan dengan pasukan gerilya, dan itulah cikal bakal Tentara Merah. Tahun 1931, Mao Zedong, salah satu pendiri Partai Komunis Tjina dan kemudian menjadi pemimpinnya, dari provinsi Kiangshi memproklamirkan berdirinya Republik Sovjet Cina.

Di wilayah-wilayah yang dikuasainya Partai menata ulang tanah-tanah pertanian. Mereka merampas tanah milik para tuan tanah, membagikannya kepada para petani untuk digarap sebagai sumber penghasilan partai. Tapi Chiang Kai-shek yang tak mau mengambil risiko lebih besar kelak di kemudian hari, pada tahun 1935 segera menyerang wilayah yang dikuasai kaum komunis. Mao dan pengikutnya terpukul dan lari ke arah barat untuk kemudian berputar ke utara menuju pangkalan yang mereka telah bangun beberapa tahun sebelumnya di Cina Utara sebelum perang.

Mao dan lebih dari 300.000 ribu Tentara Merah serta sejumlah kader partai dan pengikut, menempuh hampir dua puluh ribu kilometer pada daerah-daerah yang sulit dan berbahaya keadaan alamnya. Berkali-kali berhadapan pula dengan suku-suku terpencil yang curiga sehingga tak jarang melakukan serangan bersenjata yang menewaskan banyak dari mereka. Bahkan menghadapi serangan gabungan di wilayah Tibet dan Mantzu. Dihujani batu dari lereng-lereng gunung, dan tersiksa oleh serangan-serangan malam yang mendadak dan mematikan, tatkala kebanyakan dari mereka lelap karena keletihan.

Selain karena pertempuran sepanjang jalan, korban-korban di kalangan Tentara Merah berjatuhan pula karena keganasan alam, pemangsaan khewan liar hingga pada kematian tertelan rawa dan kubangan lumpur hisap. Tapi mereka akhirnya berhasil tiba di tujuan. Peristiwa perjalanan panjang menempuh belasan ribu kilometer dan memakan waktu berbulan-bulan yang penuh penderitaan dan kematian inilah yang dikenal sebagai Peristiwa Long March yang bersejarah.

Di tempat tujuan, mereka langsung menghadapi pula babak baru Perang Saudara Cina, yang sempat jeda di tahun 1937, karena harus ikut menghadapi serbuan tentara Jepang ke daratan Cina. Setelah jeda, perang saudara diteruskan dan dimenangkan kaum komunis. Chiang Kai-shek bersama pengikutnya lalu melarikan diri menyeberang laut ke arah Timur ke pulau-pulau Taiwan.

Pengalaman Cina Komunis dan Tentara Merah, menjadi salah satu sumber inspirasi kaum komunis di Asia, termasuk bagi Partai Komunis Indonesia. Peristiwa Madiun tahun 1948, memakai model perjuangan Cina Komunis dengan Tentara Merah-nya. Di Madiun, PKI menggunakan kekuatan militer bersenjata dan memproklamirkan suatu Republik Sovjet Madiun. Tapi tak berusia panjang.

Model Tentara Merah sebagai sayap militer partai, menjadi semacam obsesi bagi para tokoh PKI yang menguasai kendali partai. Ketika sudah berada di atas angin pada tahun 1964-1965 gagasan sayap militer kembali dikembangkan, melalui infiltrasi ke tubuh tentara. Cukup memadai tetapi belum mencukupi untuk suatu orientasi kekuasaan. Dan pada awal 1965, Aidit melontarkan gagasan pembentukan Angkatan Kelima. Gagasan itu pertama kali dilontarkan oleh Dipa Nusantara Aidit, Kamis pagi 14 Januari, ketika akan dan sewaktu menghadap Presiden Soekarno di Istana Merdeka.

Inisiatif politik Aidit, melontarkan gagasan Angkatan Kelima, sebenarnya adalah semacam take over atas suatu gagasan yang muncul sebelumnya pada kwartal terakhir tahun 1964. Sewaktu Soekarno berkunjung ke Cina, dalam suatu percakapan, Mao Zedong dan kemudian Chou En-lai, mengusulkan agar Soekarno mempersenjatai buruh dan tani bila ingin memperkokoh diri dan memenangkan perjuangan melawan kaum imperialis, khususnya dalam konfrontasi terhadap Malaysia.

Mao yang merasa punya pengalaman historis dengan Tentara Merah yang revolusioner yang menopang berdirinya Republik Rakyat Tjina (RRT), berkata tak cukup bila Soekarno hanya mengandalkan tentaranya yang sekarang. Percakapan yang lebih terperinci terjadi antara Soekarno dengan Perdana menteri Chou En-lai. Sang perdana menteri menyampaikan pendapatnya dengan ungkapan-ungkapan terus terang kepada Soekarno, bahwa Soekarno tak bisa seratus persen mempercayai tentaranya, terutama Angkatan Darat, karena banyak perwiranya yang pernah dididik di Amerika Serikat sampai sekarang masih punya hubungan-hubungan khusus dengan Amerika Serikat.

Banyak pimpinan tentara Indonesia adalah termasuk kaum reaksioner, bukan kaum progresif revolusioner yang bisa diandalkan melawan kaum imperialis. Maka kaum buruh dan tani yang dipersenjatai itu, harus dibentuk di luar koordinasi tentara, sebagai Angkatan Kelima yang berdiri sendiri.

Sejak awal pula, Chou En-lai sudah membayangkan kesediaan RRT membantu bila gagasan itu mau diwujudkan. Belakangan muncul angka bantuan awal yang akan diberikan dan katanya disetujui Mao, berupa 100.000 pucuk senjata Tjung, sejenis senapan ringan buatan RRT. Dengan jumlah senjata itu saja, setidaknya bisa terbentuk sedikitnya 10 divisi bersenjata. Terkesan pada mulanya Soekarno tertarik sedikit saja meskipun memperlihatkan sikap cukup menyambut baik gagasan itu dan untuk seberapa lama belum menunjukkan sikap persetujuan yang jelas. Agaknya, Presiden Soekarno masih memperhitungkan juga faktor reaksi dan sikap Angkatan Darat nantinya.

ADALAH Aidit yang dengan gesit mengambil alih gagasan itu dan merubahnya menjadi suatu inisiatif politik. Dan sebenarnya, ketika pembicaraan Soekarno dengan para pimpinan Cina itu terjadi, Aidit pun dengan cepat pada waktu yang hampir bersamaan telah diinformasikan oleh Duta Besar RRT di Jakarta mengenai adanya pembicaraan tentang gagasan Angkatan Kelima tersebut. Aidit pun tampil dengan gagasan itu.

Tatkala tampil terbuka pertama kali dengan gagasan itu, bersama Aidit pada 14 Januari 1965 di Istana Merdeka itu hadir Ketua Umum Barisan Tani Indonesia (BTI) Asmu serta dua tokoh unsur Nasakom lainnya, yakni Idham Chalid Ketua Umum NU dan Hardi SH Ketua I PNI/Front Marhaenis.

Masih sebelum menghadap kepada Presiden, Aidit dicegat oleh Bernhard Kalb wartawan Columbia Broadcasting System, Amerika Serikat. Saya akan mengusulkan kepada Presiden Soekarno agar kaum buruh dan tani segera dipersenjatai, ujar Aidit kepada Bernhard. Seluruhnya lima belas juta orang, siap dipersenjatai !.

Sepuluh juta buruh, lima juta petani. Tetapi kemudian sempat terjadi pertukaran kata yang keras antara sang wartawan dengan sang pemimpin partai, setelah Kalb melontarkan beberapa pertanyaan yang tampaknya dianggap menyebalkan oleh Aidit. Setelah pertemuan dengan Soekarno, Aidit menegaskan kembali kepada para wartawan, bahwa ia memang mengajukan tuntutan kepada Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata RI, kaum buruh dan kaum tani yang merupakan sokoguru revolusi, segera dipersenjatai.

Menurut Aidit, Soekarno menyambut baik tuntutan PKI itu. Maka pada petang harinya, Harian Warta Bhakti, organ pers Baperki, menurunkan berita dengan judul besar PKI usulkan 15 djuta massa tani dan buruh dipersendjatai.

Selang tiga hari, agaknya PKI berhasil menciptakan kesan bahwa tuntutan itu telah menjadi tuntutan seluruh kekuatan politik yang ada. Lembaga Kantor Berita Nasional Antara menurunkan berita tentang adanya kebulatan tekad bersama yang menuntut agar sokoguru-sokoguru revolusi segera dilatih dan dipersenjatai. Menurut berita bertanggal 18 Januari 1965 itu, Sidang bersama Pengurus Besar Front Nasional dan Pucuk Pimpinan Partai-partai Politik, Organisasi Massa, Golongan Karya serta lembaga-lembaga persahabatan, hari Minggu malam (17 Januari) dalam kebulatan tekad dan instruksi bersamanya, mendesak kepada pemerintah dan alat-alatnya yang berwenang untuk segera melatih dan mempersenjatai sokoguru-sokoguru revolusi, sebagai jaminan utama guna mencegah dan mengalahkan tiap bentuk agresi Inggeris dan agresi Nekolim pada umumnya.

Sidang bersama menurut berita itu lebih jauh, berlangsung di Gedung BPI (Badan Pusat Intelejen) dipimpin Wakil Sekertaris Jenderal PB Front Nasional AM Rachman. Berita itu menyebutkan secara jelas beberapa nama yang berperan dan turut serta dalam sidang yang mengambil keputusan mengenai Kebulatan Tekad. Nama-nama itu, yang adalah tokoh-tokoh kelompok komunis, antara lain Anwar Sanusi, Mohammad Munir, dan Ir Surachman yang dikenal sebagai Sekertaris Jenderal PNI. Satu nama lain yang disebutkan adalah Menteri Koordinator/Ketua DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) Arudji Kartawinata seorang tokoh unsur A dalam Nasakom.

Kehadiran beberapa nama tokoh partai politik, organisasi-organisasi massa dan Golongan Karya disebutkan dalam berita, namun tanpa pencantuman nama orang dengan jelas. Dan memang, belakangan beberapa pihak menyangkal keikutsertaannya dalam kebulatan tekad. Tapi ada pula yang tak terberitakan lagi pembenaran atau sangkalan keterlibatannya di media mana pun.

Selain tuntutan mempersenjatai para sokoguru revolusi, kebulatan tekad itu menyatakan pula mendukung sepenuhnya kebijaksanaan dan keputusan Presiden/Pemimpin Besar Revolusi untuk keluar dari PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Sepuluh hari sebelumnya, Soekarno memang mengambil tindakan drastis menyatakan Indonesia keluar dari PBB. Keluarnya Indonesia ini adalah sebagai reaksi atas terpilihnya Malaysia yang justru menjadi sasaran konfrontasi Indonesia kala itu sebagai anggota Dewan Keamanan PBB. Bagi Soekarno, tentu saja keberhasilan Malaysia menduduki kursi dalam Dewan Keamanan PBB dan kegagalan Indonesia mencegahnya, merupakan kejadian yang menjengkelkan.


Bagi anda yang berminat dengan permainan kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di agen judi online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.

No comments:

Post a Comment