Buku
"Pergunakanlah Hati, Tangan dan Pikiranku: Pledoi Omar Dani" adalah
satu dari sekitar seratus buku tentang G30S.
Jelas buku ini penting karena
ditulis oleh salah satu pelaku utama. Setelah dibungkam selama 29 tahun, baru
kali ini bekas pucuk pimpinan Angkatan Udara itu bicara. Ia baru dibebaskan
dari penjara Cipinang pada tahun 1995 fotonya baru belakangan ini dipajang di
Markas besar AU sebagai KSAU kedua.
Daned,
begitu ia disapa, lahir di Solo pada 1924. Putra KRT Reksonegoro, Asisten
Wedana Gondangwinangun, Klaten, menapaki karir penerbang pada akhir 1950 di
Taloa, Amerika Serikat. Tahun 1956 ia bertugas belajar di Royal Air Force Staff
College di Andover, Inggris. Pulang dari Inggris, ia terlibat dalam berbagai
tugas, misalnya menumpas pemberontakan PRRI di Sumatera. Dan belum genap 38
tahun, pada 19 Januari 1962, Omar Dani menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan
Udara menggantikan Laksamana Udara Surjadi Suryadarma. Peristiwa G-30-S seperti
menjungkirbalikkan karirnya yang cemerlang, ia dituduh terlibat.
Dua hari setelah
merayakan ulang tahun yang ke-77, bapak lima anak ini menerima tim redaksi
TEMPO. Wawancara berlangsung di rumahnya, di kawasan Kebayoran Baru yang asri,
ia didampingi oleh A. Andoko, bekas deputi Men/Pangau bidang logistik. Berikut
petikannya:
Bisa Anda
ceritakan situasi pada tanggal 30 September 1965?
Tanggal 30
September 1965, sore jam 16.00, laporan pertama masuk dari Letkol Udara Heru
Atmodjo, Asisten Direktur Intel AURI, bahwa ada gerakan di lingkungan AD yang
akan menjemput jendral AD untuk dihadapkan kepada Bung Karno. Itu reaksi dari
para perwira muda
AD yang
tidak puas terhadap keadaan AD. Lalu saya minta dia untuk mengecek
kebenarannya. Kemudian jam 20.00 malam dia datang lagi.
Apa yang
disampaikan Heru Atmodjo?
Saya tanya
jam berapa operasi akan dilakukan. Heru menjawab (operasi bisa terjadi) jam
23.00 (30 September), bisa 01.00 atau jam 04.00 (1 Oktober 1965). Kami heran,
sudah kurang 24 jam kok (operasi) itu belum dipastikan jamnya. Kemudian ada
yang menanyakan daftar yang akan diculik. Disebutkan, A. Yani, Nasution, DI
Panjaitan dan seterusnya. Saya pribadi berpendapat, kalau orang hendak
melakukan pemberontakan, pantasnya targetnya adalah jenderal yang memegang
komando, misalnya, Yani (Menpangad), Soeharto (Pangkostrad), Sarwo Edie
(Komandan RPKAD), Umar Wirahadikusumah (Pangdam Jaya). Lha Nasution kan nggak
pegang komando. Saya pribadi tambah merasa aneh karena Nasution dan A. Yani
dalam satu paket sasaran, padahal keduanya bertentangan terus.
Lalu
keesokan paginya, Mayor Soejono datang melaporkan pembunuhan terhadap para
jenderal, tapi Anda masih beristirahat. Bagaimana detilnya?
Soejono itu
komandan resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan. Bahwa dia itu punya hubungan
dengan PKI dan Latief, saya tidak tahu sama sekali. Baru dalam sidang Mahmilub
soal tersebut ditanyakan. Saya jawab, saya nggak kenal Latief. Sebagai
Menpangau, yang saya kenal ya paling-paling Umar Wirahadikusumah. Wakilnya Umar
saja saya tidak tahu.
Apa
pertimbangan di balik keluarnya perintah harian Menpang/KSAU pada tanggal 1
Oktober 1965?
(Andoko
menjawab pertanyaan ini: Ada tiga macam pengumuman waktu itu. Pertama surat
perintah harian tadi, lalu kedua pada tanggal 2 Oktober 1965 jam 14.00, saya
yang buat. Pada saat itu Menpangau berada di Lanud Iswahyudi, Madiun. Beliau
juga membuat konsep kelanjutan dari pengumuman pertama. Kalau dibaca keduanya
sama isinya: menolak adanya Dewan Revolusi. Omar Dani dari Madiun langsung
kembali ke Bogor, ketemu Bung Karno, dan menunjukkan pengumuman itu. Tanggal 3
pagi dinihari baru diumumkan).
Saya membuat
statement, isinya mendukung gerakan yang antirevolusioner, atas saran Heru
Atmodjo. Katanya agar rakyat tahu. Kebodohan saya mungkin, karena saya kurang
ngerti politik. Tahu-tahu paginya, sekitar jam 07.00 pada 1 Oktober 1965, ada
siaran dari RRI tentang gerakan yang menamakan diri G-30 S. Dan tiba-tiba
Presiden Soekarno mau pulang ke istana pun tak bisa. Yang menjaganya pasukan
yang ditakuti, pasukan yang tak diketahui.
Kenapa Bapak
membuat pernyataan seperti itu?
Karena
semalam sebelumnya, intel AURI melaporkan bahwa malam itu ada gerakan dari
perwira-perwira muda AD terhadap atasannya yang didukung seluruh bawahan dan
sipil dari empat angkatan. Lho untuk apa? Ternyata akan menculik
jenderal-jenderal.
Bagaimana awalnya
Bung Karno berada di Halim hari itu?
Pagi itu
saya sedang ada di Halim Perdanakusuma, tahu-tahu Letkol Soeparto, sopir dan
ajudan BK menelpon saya. Dia menelepon dari rumah saya, Wisma Angkasa. Saya
bertanya, Mas lha ini ada apa. Sudahlah nanti saya ceritakan, Bapak (Bung
Karno) saya bawa ke Halim, jawabnya. Saya menawarkan diri untuk menjemput, dia
bilang nggak usah. Saya nggak tahu kalau dia berada di Wisma Angkasa. Terus dia
kembali ke BK, lalu BK pergi ke Halim. Jadi saya nggak minta BK datang ke Halim
tetapi itu merupakan keputusan BK sendiri. Kemudian, karena BK hendak datang ke
Halim, saya lantas mencoba menyetop pernyataan saya yang sudah terkirim ke
Markas Besar AU. Begitu BK datang, di Halim kami mengobrol. Tak lama, datang
Brigjen Soepardjo, datang sendiri menghadap BK. Lha, saya tahu Brigjen
Soepardjo itu salah satu orang yang mengetahui dari gerakan dalam AD tersebut.
Walaupun dia lain angkatan, dia itu anak buah saya di Komando Mandala Siaga.
Soeharto
dikabarkan menolak menghadap BK pada 1-4 Oktober 1965, itu merupakan suatu
keanehan ataukah tidak?
(Terdiam
sesaat) Kalau Harto dipanggil nggak datang itu bukan keanehan lagi. Itu artinya
menentang atasan, apalagi atas perintah Panglima Tertinggi. Ini artinya
subordinasi. Kalau dipanggil Pangti harus datang, apapun situasinya. Jawaban
Harto waktu itu karena AD sudah kehilangan banyak jenderal, jadi dia nggak mau
mengambil risiko lagi. Tetapi saya pikir tetap nggak boleh. Kalau A. Yani
meninggal, katanya dia terus hendak mengambil alih Panglima AD juga, padahal
tidak bisa dilakukan begitu saja.
Banyak
analisa yang menyebutkan bahwa Soeharto terlibat dalam G-30 September?
Bagaimana menurut Anda?
Kilas
baliknya lebih kentara lagi. Misalnya Komando Siaga Mandala, wadahnya Koti
(Komando Tertinggi). Dalam hirarki kemiliteran, waktu A Yani dijadikan
Menpangad, Nasution itu sebenarnya pingin menjadi Menhankam/Pangad. Tetapi saya
tahu maksudnya dia ingin berkuasa di AD. Itu sudah saya lihat gelagatnya sedari
1945. Jadi kita tahu misalnya di AURI ada peristiwa-peristiwa pengganjalan.
Peristiwa Soejono 1955 di Halim Perdanakusuma, Pak Suryadarma (Panglima AU
pertama) diganjal terus ketika hendak dibentuk Wakil KSAU.
Para
jenderal dikorbankan oleh siapa?
Dua orang.
Soeharto dan Nasution. Itu sudah ada rekayasa. Kok tahu-tahu muncul istilah
G-30S/PKI. Sejak kapan kok terus PKI disangkutkan? Buktinya apa? Heru Atmodjo,
Soejono, nggak pernah menandatangani pernyataan Dewan Revolusi. Ketika Letkol
Untung jadi saksi dalam persidangan Soepardjo, hakim menanyakan siapa yang
memimpin aksi G-30S, Untung langsung menyahut: saya. Keanehan yang lain soal
pengumuman Dewan Revolusi 1 Oktober, bahwa pangkat di atas Letnan Kolonel harus
dicopot menjadi Letkol. Brigjen Soepardjo, waktu 1 Oktober 1965 pergi ke Halim
menghadap BK, memakai pangkat Brigjen.
PKI
dikorbankan juga?
Oh, iya.
Gambaran seperti pesta-pesta di Lubang Buaya itu isapan jempol. Kalau memang
ada rekamannya, mengapa nggak dibuat film khusus dokumenter dan diputar. Itu
semua rekayasa. Saya mempertanyakan, mulai kapan kok ada istilah G-30-S
diembeli dengan PKI ? Tanggal 1 Oktober 1965 petang, saya sudah mendapat
informasi bahwa AD menguber PKI. Itu pun yang diuber bukannya massa, tapi
pasukan 454 dari Jawa Tengah. Mereka pada jam 16.00 hendak masuk ke Halim
tetapi ditutup oleh Pasukan Gerak Tjepat (PGT) AURI yang dipimpim Pak Wisnu
Djajengminardo. Bung Karno ada di Halim waktu itu.
Menurut
Anda, apakah PKI sama sekali tidak terlibat dalam G30S?
PKI itu
tidak punya kekuatan bersenjata. Kira-kira, sebagai analisa dari Syam
Kamaruzaman, tentunya Syam bilang kepada Aidit, "Daripada kita (PKI)
melatih orang mahal, kan sudah ada ABRI. Kita pengaruhi saja mereka. Kan
gampang." Sementara, saya duga, Aidit-nya yang tidak punya pengalaman
segera menyambar, "Benar juga, ya." Kalau menurut saya, itu bisa
terjadi, cara berpikir gampangan begitu. Lalu TNI dipengaruhi, kenyataannya
memang begitu.
Di mana
letak keterlibatan CIA dalam pembunuhan para jenderal tersebut ? Apakah
terdapat dalam peran Syam Kamaruzaman, yang membelokkan perintah penangkapan
menjadi pembunuhan? Latief mengaku demikian ketika diwawancarai TEMPO beberapa
waktu lalu. Akibatnya Kol. Latief dan Brigjen Soepardjo kaget.
Saya menjadi
saksinya Soejono dan Soepardjo dalam Mahmilti, saya nggak tahu ada Heru atau
tidak di situ. Soejono sendiri waktu di persidangan Mahmilub menuturkan ketika
para penculik membawa mereka ke desa Lobang Buaya, mereka mengaku kaget kok
pasukan dibawa ke tempat latihan seperti itu. Ada apa ini? Ngapain ini?
Kok ribut-ribut di desa Lubang Buaya.
Kata Kol.
Latief, sebelumnya sudah beberapa kali ia melakukan pertemuan dengan Heru
Atmodjo, lalu kemudian Mayor Soejono?
Terus terang
saya nggak pernah tahu kalau Heru Atmodjo itu punya hubungan dengan Latief atau
berkumpul dengan orang PKI di rumah Latief. Saya nggak pernah tahu, apalagi
Syam Kamaruzaman. Heru tidak pernah melaporkannya. Dan kalau dia misalnya
bergaul dengan orang PKI, yang namanya orang intel ya begitu. Bukankah dia
sebagai intel harus masuk ke mana-mana.
Soal dokumen
Gilchrist, sejauhmana otentitasnya?
Desas-desus
Dewan Jenderal sudah lama kami mendengarnya. Tidak hanya itu, (juga soal)
penilaian pers luar negeri (mengenai siapa) yang akan menjadi pengganti Bung
Karno. Yang steady itu empat orang. Soebandrio, Chaerul Saleh, Nasution dan DN
Aidit. Dewan Jenderal (terdengar) pertama kali ketika Yani menghadap Bung Karno
dan ditanyai soal itu. Yani menjelaskan (Dewan Jendral itu) untuk kepangkatan.
Waktu itu saya tidak mendengar langsung melainkan dari Pak Mulyono Herlambang
yang mewakili saya. Jadi, saat pembahasan Gilchrist tersebut saya tidak ada di
tempat.
Dalam buku
Soebandrio yang tidak jadi beredar, ada soal trio Soeharto-Ali Moertopo-Yoga
Soegama yang disebut Dokumen Gilchrist sebagai our local army friends.
Bagaimana pendapat Anda?
Bahwa G-30-S
itu suatu rekayasa, memang begitulah. Menurut saya CIA itu sangat terlibat, dan
Harto adalah tangan yang dipakai. G-30 S itu bikinan Harto.
Indikasinya
apa saja?
Pada waktu
itu, nggak ada jenderal di Indonesia yang bisa membuat suatu operasi
intelejen yang begitu canggih seperti G-30-S yang sampai sekarang belum ada
titik terangnya. Yani itu termasuk yang dikorbankan, seperti para jenderal itu.
Kalau melihat
ambisi Soeharto, apakah (saat itu) tidak ada upaya-upaya untuk menghentikannya?
Dari mana pun.
Dari AU
tidak bisa, karena berlainan angkatan.
Kalau dari
AD sendiri?
Kelihatannya
pengaruh Harto itu besar sekali. Entah karena uang atau kekuasaan.
Anda loyalis
Sukarno ya?
Oh, ya. Saya
Soekarnois. Saya bukan komunis. Tetapi saya juga tidak antikomunis. Kenapa?
Karena kalau saya anti komunis itu berarti saya bukan demokrat. Kalau ada PKI
memberontak terhadap pemerintah, lha saya akan menghantamnya.
Tapi apa
betul di AURI banyak yang masuk PK?
Amerika
menganggap juga begitu. The Indonesian Air Force communist invested up to
senior commander. Berarti dari bawah sampai ke atas. Bagi saya sikap
tersebut biasa saja karena orang yang tidak mengekor kepada Amerika sejak
1950-an mulai dicap komunis. Jadi BK ingin netral, non aligned, itu
dicap amoral. Soal keikutsertaan prajurit AURI ke PKI, mungkin secara rahasia.
Kami (para petinggi) tidak tahu.
Apakah itu
karena Anda sangat toleran kepada PKI, karena tidak anti komunis?
Berkali-kali
saya mengatakan tentang Nasakom. Di pers tidak diambil intinya persatuan
kesatuan, tetapi komunisnya. Di RRC ada politik Komisar dari partai yang kuasa
sekali dan tentara. Kalau antri beli karcis di bioskop ada yang menyelonong, ya
ditempeleng di depan orang banyak. Para anggota militer nggak berani
terhadap anggota politik Komisar. Nah, andaikan Nasakomisasi yang dimaksud oleh
Bung Karno itu berarti memerintahkan agar anggota ABRI ikut partai politik. Di
mata angkatan berarti perintah. Saya nggak takut anak buah menjadi
komunis atau sebaliknya menjadi ultra Islam, atau ultra nasionalis.
Sekarang ini
bisakah Anda gambarkan dengan kalimat singkat tentang Soeharto?
Dia tidak
mau ada orang di atasnya. Dan dia orang yang punya sifat kejam dan pendendam.
Ambisius. Saya perhatikan, karena saya juga orang Jawa Solo, Harto itu kalau
bersalaman posisi tangannya seperti membuat orang menunduk. Arah jari-jarinya
ke bawah. Lain dengan cara bersalaman kebanyakan yang berposisi sejajar. Mau
tak mau orang yang bersalaman dengannya pasti berada dalam posisi bawah.
Apa saja
yang dilakukan di penjara, mungkin hobi berkebun, beternak?
Oh nggak.
Karena kalau di penjara Nirbaya dulu ada yang beternak, (maka) harus setor ke
POM atau CPM ketika lebaran tiba. Memang tidak berupa upeti, melainkan mereka
meminta 10-20 ekor ayam dibeli dengan harga di bawah harga pasaran. Melihat itu
saya jadi malas. Apalagi Bandrio yang nggak suka beternak. Waktu di
sana, dia lebih suka baca-baca Qur'an. Saya sendiri nggak belajar ngaji.
Apalagi saya sama sekali nggak bisa baca huruf arab.
Waktu
(Baharuddin) Lopa suatu hari di tahun 1992, mengunjungi kami, dia menawarkan
agar para napi bisa sholat Jumat bersama. Spontan Bandrio bersuka,
"Mau-mau Pak." Ketika ditanyakan kepada saya, saya jawab, "Lho,
bukannya suka atau tidak. Melainkan soalnya boleh atau tidak boleh."
Karena faktanya dari dulu kami nggak boleh (mengikuti sholat Jumat
bersama).
Apa kegiatan
yang rutin tiap hari saat ini?
Ngobrol-obrol,
baca-baca buku. Yang dulu-dulu saya baca tetapi belum sempat dibaca karena
ditahan, sekarang saatnya. Misalnya Di Bawah Bendera Revolusi saya sudah
punya satu set. Juga Indonesia Menggugat. Yang saya cari sekarang pidato
Bung Karno di forum PBB. Saya tidak pernah membaca buku-bukunya Harto, pun buku
Nasution. Karena saya sudah tahu dan bergaul dengan mereka. Saya tidak menilai
orang dari apa yang dikatakan tetapi dari tindakan. Dari karakternya.
No comments:
Post a Comment