Sunday 16 August 2015

KERAJAAN MAJAPAHIT

KERAJAAN  MAJAPAHIT

Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur. Kerajaan ini pernah menguasai sebagian besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan banyak wilayah lain di Nusantara.


Kejayaan Majapahit
Penguasa Majapahit paling utama ialah Hayam Wuruk, yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389.

Majapahit adalah yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Didahului oleh kerajaan Sriwijaya, yang beribukotakan Palembang di pulau Sumatra.

Pendiri Majapahit Kertarajasa, anak menantu penguasa Singhasari, juga berpangkalan di Jawa. Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara keseluruhan pada tahun 1290, kekuasaan Singhasari yang naik menjadi perhatian Kubilai Khan di China dan dia mengirim duta yang menuntut upeti.

Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari, menolak untuk membayar upeti dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di pantai Jawa tahun 1293. Ketika itu, seorang pemberontak dari Kediri, Jayakatwang, sudah membunuh Kertanagara. Pendiri Majapahit bersekutu dengan orang Mongolia melawan Jayakatwang dan, satu kali Singhasari kerajaan binasa, membalik dan memaksa sekutu Mongolnya untuk menarik kembali secara kalang-kabut.

Gajah Mada, seorang patih dan bupati Majapahit dari 1331 ke 1364, memperluas kekuasaan kekaisaran ke pulau sekitarnya. Beberapa tahun sesudah kematian Gajah Mada, angkatan laut Majapahit menduduki Palembang, menaklukkan daerah terakhir kerajaan Sriwijaya.
Walaupun penguasa Majapahit melebarkan kekuasaan mereka di tanah seberang di seluruh Nusantara dan membinasakan kerajaan-kerajaan tetangga, fokus mereka kelihatannya hanya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan komersial antar pulau.

Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama mulai memasuki Nusantara. Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, tenaga Majapahit berangsur-angsur melemah dan perang suksesi yang mulai dari tahun 1401 dan berlangsung selama empat tahun melemahkan Majapahit. Setelah ini Majapahit ternyata tak dapat menguasai Nusantara lagi. Sebuah kerajaan baru yang berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka mulai muncul dan menghancurkan hegemoni Majapahit di Nusantara.

Kehancuran Majapahit diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 1500-an meskipun di Jawa ada sebuah khronogram atau candrasengkala yang berbunyi seperti ini: sirna hilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebaga 0041 = 1400 Saka => 1478 Masehi. Arti daripada sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi (Majapahit)”.


Raja-raja Majapahit
1.       Raden Wijaya, bergelar Kertarajasa Jayawardhana (1294 - 1309)
2.       Kalagamet, bergelar Sri Jayanagara (1309 - 1328)
3.       Sri Gitarja, bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4.       Hayam Wuruk, bergelar Sri Rajasanagara (1350 - 1389)
5.       Wikramawardhana (1389 - 1429)
6.       Suhita (1429 - 1447)
7.       Kertawijaya, bergelar Brawijaya I (1447 - 1451)
8.       Rajasawardhana, bergelar Brawijaya II (1451 - 1453)
9.       Purwawisesa atau Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10.     Pandanalas, atau Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1968)
11.     Kertabumi, bergelar Brawijaya V (1468 - 1478)
12.     Girindrawardhana, bergelar Brawijaya VI (1478 - 1498)

a). Raden Wijaya
Raden Wijaya (atau dikenal dengan Nararya Sanggramawijaya) yang bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang merupakan keturunan langsung dari wangsa Rajasa adalah pendiri dan raja pertama Majapahit (1293-1309).


Asal-usul
Raden Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, keturunan keempat dari Ken Arok dengan Ken Dedes, pendiri Singhasari. Ia dibesarkan di lingkungan kerajaan Singhasari. Raden Wijaya kemudian menikah dengan empat puteri dari raja Kertanagara, yaitu: Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari), Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradjnya Paramita (Sri Jayendra Dyah Dewi Pradjnya Paramita), Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri) dan juga menikahi Dara Petak yang merupakan putri dari Raja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya.

Pada tahun 1289, Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke Singasari untuk meminta upeti, namun ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara. Sementara itu, di dalam negeri, Jayakatwang memberontak terhadap Singasari. Kertanagara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada tahun 1292. Raden Wijaya berhasil melarikan diri bersama Aria Wiraraja ke Sumenep (Madura) dan di sana ia merencanakan strategi untuk mendirikan kerajaan baru.

Atas anjuran Arya Wiraraja, Raden Wijaya berpura-pura tunduk kepada Jayakatwang, sambil meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam. Jayakatwang yang tidak berprasangka apa-apa mengabulkan permintaan Raden Wijaya. Sang Raden diijinkan membuka hutan Tarik. Dengan bantuan sisa-sisa tentaranya dan pasukan Madura, ia membersihkan hutan itu sehingga layak ditempati. Pada saat saat itu, seorang tentara yang haus mencoba memakan buah Maja yang banyak terdapat pada tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit. Sejak itu, daerah tersebut diberi nama "Majapahit".

Berdirinya Kerajaan Majapahit
Pada bulan November 1292, pasukan Mongol mendarat di Tuban dengan tujuan membalas perlakuan Kertanagara atas utusan Mongol. Namun, Kertanegara telah meninggal. Raden Wijaya memanfaatkan bersekutu dengan Mongol untuk menyerang Singhasari yang kini dikuasai Jayakatwang. Setelah kekuatan Jayakatwang dihancurkan, tahun 1293 Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol, dan akhirnya Mongol meninggalkan tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah Trowulan (sekarang di wilayah Kabupaten Mojokerto).

Masa kekuasaan Raden Wijaya
Raden Wijaya dikenal memerintah tegas dan bijak. Aria Wiraraja yang banyak berjasa ikut mendirikan Majapahit, diberi daerah status khusus (Madura) dan diberi wilayah otonom di Lumajang hingga Blambangan. Nambi (putera Arya Wiraraja) diangkat menjadi patih (perdana menteri), Ranggalawe diangkat sebagai Adipati Tuban, dan Sora menjadi penguasa Dhaha (Kadiri). Dijadikannya Nambi sebagai patih membuat Ranggalawe tidak puas, karena ia merasa lebih berhak. Tahun 1295 Ranggalawe mengadakan pemberontakan, namun dapat dipadamkan.

Raden Wijaya digantikan oleh puteranya, Jayanagara.

Didahului oleh:
-        Raja Majapahit
1293 - 1309         Digantikan oleh:
Jayanagara


b). Jayanagara
Jayanagara adalah raja kedua Majapahit (1309-1328). Ia adalah putera Raden Wijaya dari Dara Petak yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya. Dyah Dara Petak adalah satu dari lima orang istri dari Raden Wijaya, dan hanya ia yang melahirkan anak laki-laki yang dicalonkan menjadi penerus Raden Wijaya sehingga ia diberi gelar Stri Tinuheng Pura yang artinya: Istri yang dituakan di istana.

Pada masa kekuasaan Jayanagara terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Sora (1311). Tahun 1316, Nambi (mantan patih periode Raden Wijaya) memberontak di daerah Lumajang, namun berhasil dipadamkan. Tahun 1319, pemberontakan yang dipimpin Kuti memaksa Jayanagara untuk keluar dari Istana. Selama dalam pelarian, Jayanegara ditemani pengawalnya, Gajah Mada. Gajah Mada memiliki taktik dengan menyebar rumor bahwa Raja Jayanegara telah meninggal.

Rumor ini mengakibatkan rakyat tak menyukai Kuti, hingga akhirnya Kuti keluar dari istana dan kembali diduduki oleh Jayanegara. Tahun 1328, Jayanegara meninggal tanpa keturunan, dan diduga Gajah Mada turut berperan. Terdapat legenda yang mengatakan Jayanagara telah menculik istri Gajah Mada, hingga Gajah Mada marah dan menyuruh tabib pribadi kerajaan untuk membunuh Jayanagara ketika sakit.

Didahului oleh:
Raden Wijaya
Raja Majapahit
1309 - 1328         Digantikan oleh:
Tribhuwana Wijayatunggadewi


c). Tribhuwana Wijayatunggadewi
Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani) sewaktu gadis bernama Sri Gitarja, adalah penguasa ketiga Majapahit (1328-1350). Ia adalah puteri Raden Wijaya dari Gayatri. Pada tahun 1331, Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih (Perdana Menteri) menggantikan Mpu Naga, atas jasanya memadamkan Pemberontakan Sadeng di daerah Besuki.

Pada masa ini Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, dimana ia tidak akan enak-enak sebelum menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit. Tahun 1343, Majapahit mengalahkan Raja Pejeng (Bali), Dalem Bedudu, dan kemudian mencaplok Bali sebagai wilayah Majapahit.

Pada tahun 1350, Tribhuwana turun tahta dan digantikan oleh puteranya, Hayam Wuruk.

Didahului oleh:
Jayanagara
Raja Majapahit
1328 - 1350         Digantikan oleh:
Hayam Wuruk


d). Hayam Wuruk
Hayam Wuruk (atau Rajasanagara) adalah raja Majapahit (1350-1389). Ia dikenal sebagai raja terbesar Majapahit, dimana pada masa pemerintahannya Majapahit mencapai wilayah terluasnya. Mahapatih Gajah Mada memiliki peranan penting dalam pemerintahan Hayam Wuruk.

Asal-usul
Hayam Wuruk adalah putera Tribhuwana Wijayatunggadewi, dilahirkan pada tahun 1334, yang konon bertepatan dengan gempa bumi di Pabanyupindah. Nama Hayam Wuruk berarti "ayam yang masih muda". Hayam Wuruk naik tahta ketika berusia 16 tahun. Ia menikah dengan Paduka Sori (Parameswari).

Masa pemerintahan Hayam Wuruk
Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (kemudian bernama Deli, dekat Medan sekarang). Majapahit juga menghancurkan Palembang, sisa-sisa pertahanan Kerajaan Sriwijaya (1377).

Perang Bubat
Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada masa pemerintahan raja Majapahit, Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang saat itu sedang melaksanakan Sumpah Palapa. Persitiwa ini melibatkan Mahapatih Gajah Mada dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Pajajaran (Negeri Sunda) di Pesanggrahan Bubat pada tahun 1357 M.

Pernikahan Hayam Wuruk
Peristiwa ini diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan raja Hayam Wuruk terhadap putri Citraresmi karena beredarnya lukisan putri Citraresmi di Majapahit yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, Sungging Prabangkara.

Namun catatan sejarah Pajajaran yang ditulis Saleh Danasasmita dan Naskah Perang Bubat yang ditulis Yoseph Iskandar menyebutkan bahwa niat pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus antara Majapahit dengan Kerajaan Pajajaran (Negeri Sunda). Di mana Raden Wijaya yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit adalah keturunan Pajajaran dari Dyah Lembu Tal yang bersuamikan Rakeyan Jayadarma menantu Mahesa Campaka. Rakeyan Jayadarma sendiri adalah kakak dari Rakeyan Ragasuci yang menjadi raja di Kawali. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa II sarga 3. Di mana dalam Babad Tanah Jawi sendiri, Wijaya disebut pula Jaka Susuruh dari Pajajaran.

Dengan demikian Prabu Hayam Wuruk memutuskan untuk memperistri Dyah Pitaloka. Atas restu dari keluarga kerajaan, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar putri Citraresmi.

Upacara pernikahan dilangsungkan di Majapahit. Sebenarnya dari pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri keberatan, terutama dari Mangkubuminya sendiri, Hyang Bunisora Suradipati karena tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Suatu hal yang dianggap tidak biasa menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik karena saat itu Majapahit sedang melebarkan kekuasaan (diantaranya dengan menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara).

Namun Maharaja Linggabuana memutuskan tetap berangkat ke Majapahit karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Maharaja Hayam Wuruk sebenarnya tahu akan hal ini terlebih lebih setelah mendengar dari Ibunya sendiri Tribhuwana Tunggadewi akan silsilah itu. Berangkatlah Maharaja Linggabuana bersama rombongan ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Kesalahpahaman Gajah Mada
Mahapatih Gajah Mada (dalam tata negara sekarang disejajarkan dengan Perdana Menteri) menganggap bahwa kedatangan rombongan Pajajaran di Pesanggrahan Bubat merupakan suatu tanda bahwa Negeri Sunda harus berada di bawah panjii Majapahit sesuai dengan Sumpah Palapa yang pernah dia ucapkan pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta.

Gajah Mada mendapatkan jabatan Mahapatih atas karirnya militernya di Majapahit, beliau mengawali karirnya sebagai prajurit pada kesatuan pengawal kerajaan Bhayangkara yang merupakan pasukan elit Majapahit. Beliau mendesak Raja Hayam Wuruk untuk menerima Putri Citraresmi bukan sebagai pengantin tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan mengakui superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Maharaja Hayam Wuruk sendiri bimbang atas permasalah itu karena Gajah Mada adalah Mahapatih (Perdana Menteri) yang diandalkan Majapahit saat itu.

Gugurnya Rombongan Pengantin
Kemudian terjadi Insiden perselisihan antara utusan dari Maharaja Linggabuana dengan Mahapatih Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Mahapatih Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit bukan karena undangan sebelumnya. Namun Mahapatih Gajah Mada tetap dalam posisi semula.

Belum lagi Maharaja Hayam Wuruk memberikan putusannya, Mahapatih Gajah Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke pesanggrahan Bubat dan mengancam Maharaja Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit.

Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Maharaja Linggabuana menolak tekanan itu, dan terjadilah peperangan yang tidak seimbang yang melibatkan Mahapatih Gajah Mada dengan pasukan yang besar dengan Maharaja Linggabuana dengan pasukan Balamati pengawal kerajaan yang berjumlah sedikit, bersama pejabat kerajaan dan para menteri yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Maharaja Linggabuana, para menteri dan pejabat kerajaan serta Putri Citraresmi.

Maharaja Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan (darmadyaksa) dari Bali-yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan perikahan antara maharaja Hayam Wuruk dengan putri Citraresmi untuk menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang menjadi Pejabat Sementara Raja Negeri Sunda serta menyampaikan bahwa semua peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya.

Namun akibat peristiwa Bubat ini (mungkin dalam dunia politik sekarang dikatakan Skandal Bubat), dikatakan dalam suatu catatan bahwa Hubungan Maharaja Hayam Wuruk dengan Mahapatihnya menjadi renggang. Gajah Mada sendiri tetap menjabat mahapatih sampai wafatnya (1364 ). Sementara akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan esti larangan ti kaluaran yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda. Sebagian lagi mengatakan yang dimaksud adalah larangan menikah dengan pihak timur negeri Sunda (Majapahit).

Sumber : Yoseph Iskandar, "Perang Bubat", Naskah bersambung Majalah Mangle, Bandung, 1987.


Sastra
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Sutasoma (yang memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika) digubah oleh Mpu Tantular, dan kitab Nagarakertagama digubah oleh Mpu Prapanca (1365).

Suksesor
Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang bersuami Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya. Namun yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.

e). Wikramawardhana
Wikramawardhana adalah raja Majapahit (1389-1429). Ia adalah menantu Hayam Wuruk dari puterinya, Kusumawardhani. Kekuasaannya ditentang oleh Wirabhumi, putera Hayam Wuruk dari selir.
Tahun 1401-1406 pecah Perang Paregreg, yang dipimpin oleh Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini berakhir dengan dieksekusinya Wirabhumi.

Pada masa ini Majapahit mulai mengalami kemunduran. Pada akhir masa pemerintahan Wikramawardhana, praktis wilayah jajahan Majapahit pecah berantakan. Wilayah Majapahit terbatas hanya di Jawa, bahkan hanya Jawa Timur. Setelah menininggalnya Wikramawardhana, riwayat Majapahit tak banyak diketahui.

Didahului oleh:
Hayam Wuruk
Raja Majapahit
1389 - 1429         Digantikan oleh:
Suhita


f). Suhita
Suhita adalah raja Majapahit (1428-1447). Ia adalah puteri Wikramawardhana, dimana ibunya adalah seorang selir yang anaknya Wirabhumi.

Didahului oleh:
Wikramawardhana
Raja Majapahit
1248 - 1447         Digantikan oleh:
Dyah Kertawijaya


g). Rajasawardhana
Rajasawardhana adalah raja Majapahit (1451-1456). Ia adalah putera Wikramawardhana. Rajasawardhana dianggap telah membunuh Dyah Kertawijaya, raja Majapahit sebelumnya. Menurut riwayat, istana Majapahit telah dipindahkan ke Kahuripan (Kediri). Setelah wafatnya Rajasawardhana, Majapahit tidak memiliki raja (tahun 1453-1456). Pada masa ini, Islam mulai menyebar di wilayah pesisir utara Pulau Jawa, yang disebarkan oleh para pedagang dari Gujarat (India).

Didahului oleh:
Dyah Kertawijaya
Raja Majapahit
1451 - 456  Digantikan oleh:
Girishawardhana


h). Girishawardhana
Girishawardhana adalah raja Majapahit (1456-1566). Ia adalah putera Dyah Kertawijaya.
Didahului oleh:
Rajasawardhana
Raja Majapahit
1456 - 1566         Digantikan oleh:
Suraprabhawa


i). Suraprabhawa
Suraprabhawa adalah raja Majapahit (1466-1474). Dua tahun setelah menduduki raja, ia diusir oleh Brawijaya. Brawijaya kemudian menjadi raja di Majapahit, namun Suraprabhawa mendirikan istana "tandingan" yang berpusat di Tumapel (1468-1470), kemudian memindahkannya lagi ke Dhaha, Kediri (1470-1474). Di Dhaha, ia digantikan oleh puteranya, Girindrawardhana.

Didahului oleh:
Girishawardhana
Raja Majapahit
1466 - 1474         Digantikan oleh:
Brawijaya


j). Brawijaya V
Brawijaya (atau dikenal dengan Bhre Kertabhumi) adalah raja Majapahit (1468-1478). Ia adalah putera Rajasawardhana. Mengklaim sebagai pewaris Majapahit, ia menyerang raja berkuasa Suraprabhawa, hingga memaksa melarikan diri ke Kediri.
Brawijaya memiliki istri bernama Anarawati, puteri dari Kerajaan Champa (sekarang Kamboja), yang beragama Islam. Tahun 1478, Girindrawardhana (putera Suraprabhawa) menyerang istana Majapahit dan memaksa Raja Brawijaya melarikan diri ke Demak. Raja Brawijaya memiliki putra bernama Raden Patah, yang kelak adalah pendiri Kesultanan Demak.
Nama Brawijaya diabadikan menjadi nama Universitas Brawijaya, sebuah perguruan tinggi negeri di kota Malang, Jawa Timur, Indonesia.

Didahului oleh:
Suraprabhawa
Raja Majapahit
1468 - 1478         Digantikan oleh:
Girindrawardhana


k). Girindrawardhana
Girindrawardhana adalah raja terakhir Majapahit (1474-1519).
Girindrawardhana adalah putera Suraprabhawa yang berkuasa di Kediri. Waktu itu istana Majapahit di Trowulan dikuasai oleh Raja Brawijaya. Pada tahun 1478, ia menyerang Brawijaya dan kembali menguasai istana Majapahit. Tahun 1486, Girindrawardhana memindahkan istana Majapahit ke Kediri. Waktu itu Majapahit hanya tinggal puing-puing. Pada masa ini, penduduk Hindu Majapahit banyak yang eksodus ke Bali, seiring dengan semakin menguatnya Islam di Majapahit.

Tahun 1513, Girindrawardhana mengadakan kontak dengan Portugis. Ia juga beraliansi dengan Raja Klungkung (Bali) untuk menyerang Kerajaan Islam Demak, namun serangan tersebut gagal. Pendukungnya melarikan diri ke Bali. Riwayat Majapahit benar-benar tamat ketika Demak menyerang Kediri tahun 1527, dan menyatakan bahwa Sultan Demak Raden Patah merupakan penerus Majapahit.

Didahului oleh:
Brawijaya
Raja Majapahit
1248 - 1254         Digantikan oleh:
-

http://www.zonawin.com
Taruhan Bola

No comments:

Post a Comment