KERAJAAN MAJAPAHIT
Majapahit adalah suatu kerajaan yang pernah berdiri dari sekitar tahun
1293 hingga 1500 M dan berpusat di pulau Jawa bagian timur. Kerajaan ini pernah
menguasai sebagian besar pulau Jawa, Madura, Bali, dan banyak wilayah lain di
Nusantara.
Kejayaan Majapahit
Penguasa Majapahit paling utama ialah Hayam Wuruk, yang memerintah dari
tahun 1350 hingga 1389.
Majapahit adalah yang terakhir dan sekaligus yang terbesar di antara
kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Didahului oleh kerajaan Sriwijaya, yang
beribukotakan Palembang di pulau Sumatra.
Pendiri Majapahit Kertarajasa, anak menantu penguasa Singhasari, juga
berpangkalan di Jawa. Sesudah Singhasari mengusir Sriwijaya dari Jawa secara
keseluruhan pada tahun 1290, kekuasaan Singhasari yang naik menjadi perhatian
Kubilai Khan di China dan dia mengirim duta yang menuntut upeti.
Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari, menolak untuk membayar upeti
dan Khan memberangkatkan ekspedisi menghukum yang tiba di pantai Jawa tahun
1293. Ketika itu, seorang pemberontak dari Kediri, Jayakatwang, sudah membunuh
Kertanagara. Pendiri Majapahit bersekutu dengan orang Mongolia melawan
Jayakatwang dan, satu kali Singhasari kerajaan binasa, membalik dan memaksa
sekutu Mongolnya untuk menarik kembali secara kalang-kabut.
Gajah Mada, seorang patih dan bupati Majapahit dari 1331 ke 1364,
memperluas kekuasaan kekaisaran ke pulau sekitarnya. Beberapa tahun sesudah
kematian Gajah Mada, angkatan laut Majapahit menduduki Palembang, menaklukkan
daerah terakhir kerajaan Sriwijaya.
Walaupun penguasa Majapahit melebarkan kekuasaan mereka di tanah
seberang di seluruh Nusantara dan membinasakan kerajaan-kerajaan tetangga,
fokus mereka kelihatannya hanya untuk menguasai dan memonopoli perdagangan
komersial antar pulau.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama
mulai memasuki Nusantara. Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, tenaga
Majapahit berangsur-angsur melemah dan perang suksesi yang mulai dari tahun
1401 dan berlangsung selama empat tahun melemahkan Majapahit. Setelah ini
Majapahit ternyata tak dapat menguasai Nusantara lagi. Sebuah kerajaan baru
yang berdasarkan agama Islam, yaitu Kesultanan Malaka mulai muncul dan
menghancurkan hegemoni Majapahit di Nusantara.
Kehancuran Majapahit diperkirakan terjadi pada sekitar tahun 1500-an
meskipun di Jawa ada sebuah khronogram atau candrasengkala yang berbunyi
seperti ini: sirna hilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun
berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebaga 0041 = 1400 Saka => 1478 Masehi.
Arti daripada sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi
(Majapahit)”.
Raja-raja Majapahit
1. Raden Wijaya, bergelar
Kertarajasa Jayawardhana (1294 - 1309)
2. Kalagamet, bergelar Sri
Jayanagara (1309 - 1328)
3. Sri Gitarja, bergelar
Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328 - 1350)
4. Hayam Wuruk, bergelar Sri
Rajasanagara (1350 - 1389)
5. Wikramawardhana (1389 -
1429)
6. Suhita (1429 - 1447)
7. Kertawijaya, bergelar
Brawijaya I (1447 - 1451)
8. Rajasawardhana, bergelar
Brawijaya II (1451 - 1453)
9. Purwawisesa atau
Girishawardhana, bergelar Brawijaya III (1456 - 1466)
10. Pandanalas, atau
Suraprabhawa, bergelar Brawijaya IV (1466 - 1968)
11. Kertabumi, bergelar
Brawijaya V (1468 - 1478)
12. Girindrawardhana, bergelar
Brawijaya VI (1478 - 1498)
a). Raden Wijaya
Raden Wijaya (atau dikenal dengan Nararya Sanggramawijaya) yang bergelar
Kertarajasa Jayawardhana yang merupakan keturunan langsung dari wangsa Rajasa
adalah pendiri dan raja pertama Majapahit (1293-1309).
Asal-usul
Raden Wijaya adalah putra Dyah Lembu Tal, keturunan keempat dari Ken
Arok dengan Ken Dedes, pendiri Singhasari. Ia dibesarkan di lingkungan kerajaan
Singhasari. Raden Wijaya kemudian menikah dengan empat puteri dari raja
Kertanagara, yaitu: Tribuaneswari (Sri Parameswari Dyah Dewi Tribuaneswari),
Narendraduhita (Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita), Pradjnya Paramita (Sri
Jayendra Dyah Dewi Pradjnya Paramita), Gayatri (Sri Jayendra Dyah Dewi Gayatri)
dan juga menikahi Dara Petak yang merupakan putri dari Raja Mauliwarmadewa dari
Kerajaan Dharmasraya.
Pada tahun 1289, Kubilai Khan (Kekaisaran Mongol) mengirim utusan ke
Singasari untuk meminta upeti, namun ditolak dan dipermalukan oleh Kertanagara.
Sementara itu, di dalam negeri, Jayakatwang memberontak terhadap Singasari.
Kertanagara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada tahun 1292. Raden Wijaya
berhasil melarikan diri bersama Aria Wiraraja ke Sumenep (Madura) dan di sana
ia merencanakan strategi untuk mendirikan kerajaan baru.
Atas anjuran Arya Wiraraja, Raden Wijaya berpura-pura tunduk kepada
Jayakatwang, sambil meminta sedikit daerah untuk tempat berdiam. Jayakatwang
yang tidak berprasangka apa-apa mengabulkan permintaan Raden Wijaya. Sang Raden
diijinkan membuka hutan Tarik. Dengan bantuan sisa-sisa tentaranya dan pasukan
Madura, ia membersihkan hutan itu sehingga layak ditempati. Pada saat saat itu,
seorang tentara yang haus mencoba memakan buah Maja yang banyak terdapat pada
tempat itu dan menemukan bahwa ternyata rasanya pahit. Sejak itu, daerah tersebut
diberi nama "Majapahit".
Berdirinya Kerajaan Majapahit
Pada bulan November 1292, pasukan Mongol mendarat di Tuban dengan tujuan
membalas perlakuan Kertanagara atas utusan Mongol. Namun, Kertanegara telah
meninggal. Raden Wijaya memanfaatkan bersekutu dengan Mongol untuk menyerang
Singhasari yang kini dikuasai Jayakatwang. Setelah kekuatan Jayakatwang
dihancurkan, tahun 1293 Raden Wijaya balik menyerang pasukan Mongol, dan
akhirnya Mongol meninggalkan tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan
Majapahit bergelar Kertarajasa Jayawardhana, yang pusat istananya di daerah
Trowulan (sekarang di wilayah Kabupaten Mojokerto).
Masa kekuasaan Raden Wijaya
Raden Wijaya dikenal memerintah tegas dan bijak. Aria Wiraraja yang
banyak berjasa ikut mendirikan Majapahit, diberi daerah status khusus (Madura)
dan diberi wilayah otonom di Lumajang hingga Blambangan. Nambi (putera Arya
Wiraraja) diangkat menjadi patih (perdana menteri), Ranggalawe diangkat sebagai
Adipati Tuban, dan Sora menjadi penguasa Dhaha (Kadiri). Dijadikannya Nambi
sebagai patih membuat Ranggalawe tidak puas, karena ia merasa lebih berhak.
Tahun 1295 Ranggalawe mengadakan pemberontakan, namun dapat dipadamkan.
Raden Wijaya digantikan oleh puteranya, Jayanagara.
Didahului oleh:
- Raja Majapahit
1293 - 1309 Digantikan
oleh:
Jayanagara
b). Jayanagara
Jayanagara adalah raja kedua Majapahit (1309-1328). Ia adalah putera
Raden Wijaya dari Dara Petak yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya. Dyah Dara
Petak adalah satu dari lima orang istri dari Raden Wijaya, dan hanya ia yang
melahirkan anak laki-laki yang dicalonkan menjadi penerus Raden Wijaya sehingga
ia diberi gelar Stri Tinuheng Pura yang artinya: Istri yang dituakan di istana.
Pada masa kekuasaan Jayanagara terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh
Sora (1311). Tahun 1316, Nambi (mantan patih periode Raden Wijaya) memberontak
di daerah Lumajang, namun berhasil dipadamkan. Tahun 1319, pemberontakan yang
dipimpin Kuti memaksa Jayanagara untuk keluar dari Istana. Selama dalam
pelarian, Jayanegara ditemani pengawalnya, Gajah Mada. Gajah Mada memiliki
taktik dengan menyebar rumor bahwa Raja Jayanegara telah meninggal.
Rumor ini mengakibatkan rakyat tak menyukai Kuti, hingga akhirnya Kuti
keluar dari istana dan kembali diduduki oleh Jayanegara. Tahun 1328, Jayanegara
meninggal tanpa keturunan, dan diduga Gajah Mada turut berperan. Terdapat
legenda yang mengatakan Jayanagara telah menculik istri Gajah Mada, hingga
Gajah Mada marah dan menyuruh tabib pribadi kerajaan untuk membunuh Jayanagara
ketika sakit.
Didahului oleh:
Raden Wijaya
Raja Majapahit
1309 - 1328 Digantikan
oleh:
Tribhuwana Wijayatunggadewi
c). Tribhuwana Wijayatunggadewi
Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau Tribhuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhani) sewaktu gadis bernama Sri Gitarja, adalah penguasa ketiga
Majapahit (1328-1350). Ia adalah puteri Raden Wijaya dari Gayatri. Pada tahun
1331, Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih (Perdana Menteri) menggantikan Mpu
Naga, atas jasanya memadamkan Pemberontakan Sadeng di daerah Besuki.
Pada masa ini Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, dimana ia tidak akan
enak-enak sebelum menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit.
Tahun 1343, Majapahit mengalahkan Raja Pejeng (Bali), Dalem Bedudu, dan
kemudian mencaplok Bali sebagai wilayah Majapahit.
Pada tahun 1350, Tribhuwana turun tahta dan digantikan oleh puteranya,
Hayam Wuruk.
Didahului oleh:
Jayanagara
Raja Majapahit
1328 - 1350 Digantikan
oleh:
Hayam Wuruk
d). Hayam Wuruk
Hayam Wuruk (atau Rajasanagara) adalah raja Majapahit (1350-1389). Ia
dikenal sebagai raja terbesar Majapahit, dimana pada masa pemerintahannya
Majapahit mencapai wilayah terluasnya. Mahapatih Gajah Mada memiliki peranan
penting dalam pemerintahan Hayam Wuruk.
Asal-usul
Hayam Wuruk adalah putera Tribhuwana Wijayatunggadewi, dilahirkan pada
tahun 1334, yang konon bertepatan dengan gempa bumi di Pabanyupindah. Nama
Hayam Wuruk berarti "ayam yang masih muda". Hayam Wuruk naik tahta
ketika berusia 16 tahun. Ia menikah dengan Paduka Sori (Parameswari).
Masa pemerintahan Hayam Wuruk
Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan
Aru (kemudian bernama Deli, dekat Medan sekarang). Majapahit juga menghancurkan
Palembang, sisa-sisa pertahanan Kerajaan Sriwijaya (1377).
Perang Bubat
Perang Bubat adalah perang yang terjadi pada masa pemerintahan raja
Majapahit, Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah Mada yang saat itu sedang
melaksanakan Sumpah Palapa. Persitiwa ini melibatkan Mahapatih Gajah Mada
dengan Prabu Maharaja Linggabuana dari Kerajaan Pajajaran (Negeri Sunda) di
Pesanggrahan Bubat pada tahun 1357 M.
Pernikahan Hayam Wuruk
Peristiwa ini diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri
putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan raja Hayam
Wuruk terhadap putri Citraresmi karena beredarnya lukisan putri Citraresmi di
Majapahit yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu,
Sungging Prabangkara.
Namun catatan sejarah Pajajaran yang ditulis Saleh Danasasmita dan
Naskah Perang Bubat yang ditulis Yoseph Iskandar menyebutkan bahwa niat
pernikahan itu adalah untuk mempererat tali persaudaraan yang telah lama putus
antara Majapahit dengan Kerajaan Pajajaran (Negeri Sunda). Di mana Raden Wijaya
yang menjadi pendiri kerajaan Majapahit adalah keturunan Pajajaran dari Dyah
Lembu Tal yang bersuamikan Rakeyan Jayadarma menantu Mahesa Campaka. Rakeyan
Jayadarma sendiri adalah kakak dari Rakeyan Ragasuci yang menjadi raja di
Kawali. Hal ini juga tercatat dalam Pustaka Rajyatajya i Bhumi Nusantara parwa
II sarga 3. Di mana dalam Babad Tanah Jawi sendiri, Wijaya disebut pula Jaka
Susuruh dari Pajajaran.
Dengan demikian Prabu Hayam Wuruk memutuskan untuk memperistri Dyah
Pitaloka. Atas restu dari keluarga kerajaan, Hayam Wuruk mengirimkan surat
kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar putri Citraresmi.
Upacara pernikahan dilangsungkan di Majapahit. Sebenarnya dari pihak
dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri keberatan, terutama dari Mangkubuminya
sendiri, Hyang Bunisora Suradipati karena tidak lazim pihak pengantin perempuan
datang kepada pihak pengantin lelaki. Suatu hal yang dianggap tidak biasa
menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu. Selain itu ada dugaan
bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik karena saat itu Majapahit sedang
melebarkan kekuasaan (diantaranya dengan menguasai Kerajaan Dompu di Nusa
Tenggara).
Namun Maharaja Linggabuana memutuskan tetap berangkat ke Majapahit karena
rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut.
Maharaja Hayam Wuruk sebenarnya tahu akan hal ini terlebih lebih setelah
mendengar dari Ibunya sendiri Tribhuwana Tunggadewi akan silsilah itu.
Berangkatlah Maharaja Linggabuana bersama rombongan ke Majapahit dan diterima
serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.
Kesalahpahaman Gajah Mada
Mahapatih Gajah Mada (dalam tata negara sekarang disejajarkan dengan
Perdana Menteri) menganggap bahwa kedatangan rombongan Pajajaran di
Pesanggrahan Bubat merupakan suatu tanda bahwa Negeri Sunda harus berada di
bawah panjii Majapahit sesuai dengan Sumpah Palapa yang pernah dia ucapkan pada
masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta.
Gajah Mada mendapatkan jabatan Mahapatih atas karirnya militernya di
Majapahit, beliau mengawali karirnya sebagai prajurit pada kesatuan pengawal
kerajaan Bhayangkara yang merupakan pasukan elit Majapahit. Beliau mendesak
Raja Hayam Wuruk untuk menerima Putri Citraresmi bukan sebagai pengantin tetapi
sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan mengakui superioritas Majapahit atas
Sunda di Nusantara. Maharaja Hayam Wuruk sendiri bimbang atas permasalah itu
karena Gajah Mada adalah Mahapatih (Perdana Menteri) yang diandalkan Majapahit
saat itu.
Gugurnya Rombongan Pengantin
Kemudian terjadi Insiden perselisihan antara utusan dari Maharaja
Linggabuana dengan Mahapatih Gajah Mada. Perselisihan ini diakhiri dengan
dimaki-makinya Mahapatih Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut
bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui
superioritas Majapahit bukan karena undangan sebelumnya. Namun Mahapatih Gajah
Mada tetap dalam posisi semula.
Belum lagi Maharaja Hayam Wuruk memberikan putusannya, Mahapatih Gajah
Mada sudah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke pesanggrahan Bubat dan
mengancam Maharaja Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit.
Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Maharaja
Linggabuana menolak tekanan itu, dan terjadilah peperangan yang tidak seimbang
yang melibatkan Mahapatih Gajah Mada dengan pasukan yang besar dengan Maharaja
Linggabuana dengan pasukan Balamati pengawal kerajaan yang berjumlah sedikit,
bersama pejabat kerajaan dan para menteri yang ikut dalam kunjungan itu.
Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Maharaja Linggabuana, para menteri dan
pejabat kerajaan serta Putri Citraresmi.
Maharaja Hayam Wuruk menyesalkan tindakan ini dan mengirimkan utusan
(darmadyaksa) dari Bali-yang saat itu berada di Majapahit untuk menyaksikan
perikahan antara maharaja Hayam Wuruk dengan putri Citraresmi untuk
menyampaikan permohonan maaf kepada Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati yang
menjadi Pejabat Sementara Raja Negeri Sunda serta menyampaikan bahwa semua
peristiwa ini akan dimuat dalam Kidung Sunda atau Kidung Sundayana (di Bali
dikenal sebagai Geguritan Sunda) agar diambil hikmahnya.
Namun akibat peristiwa Bubat ini (mungkin dalam dunia politik sekarang
dikatakan Skandal Bubat), dikatakan dalam suatu catatan bahwa Hubungan Maharaja
Hayam Wuruk dengan Mahapatihnya menjadi renggang. Gajah Mada sendiri tetap
menjabat mahapatih sampai wafatnya (1364 ). Sementara akibat peristiwa ini
pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan esti larangan ti
kaluaran yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan
kerabat Sunda. Sebagian lagi mengatakan yang dimaksud adalah larangan menikah
dengan pihak timur negeri Sunda (Majapahit).
Sumber : Yoseph Iskandar, "Perang Bubat", Naskah bersambung
Majalah Mangle, Bandung, 1987.
Sastra
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Sutasoma (yang memuat semboyan
Bhinneka Tunggal Ika) digubah oleh Mpu Tantular, dan kitab Nagarakertagama
digubah oleh Mpu Prapanca (1365).
Suksesor
Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang
bersuami Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya.
Namun yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.
e). Wikramawardhana
Wikramawardhana adalah raja Majapahit (1389-1429). Ia adalah menantu
Hayam Wuruk dari puterinya, Kusumawardhani. Kekuasaannya ditentang oleh
Wirabhumi, putera Hayam Wuruk dari selir.
Tahun 1401-1406 pecah Perang Paregreg, yang dipimpin oleh Wirabhumi
melawan Wikramawardhana. Perang ini berakhir dengan dieksekusinya Wirabhumi.
Pada masa ini Majapahit mulai mengalami kemunduran. Pada akhir masa
pemerintahan Wikramawardhana, praktis wilayah jajahan Majapahit pecah berantakan.
Wilayah Majapahit terbatas hanya di Jawa, bahkan hanya Jawa Timur. Setelah
menininggalnya Wikramawardhana, riwayat Majapahit tak banyak diketahui.
Didahului oleh:
Hayam Wuruk
Raja Majapahit
1389 - 1429 Digantikan
oleh:
Suhita
f). Suhita
Suhita adalah raja Majapahit (1428-1447). Ia adalah puteri
Wikramawardhana, dimana ibunya adalah seorang selir yang anaknya Wirabhumi.
Didahului oleh:
Wikramawardhana
Raja Majapahit
1248 - 1447 Digantikan
oleh:
Dyah Kertawijaya
g). Rajasawardhana
Rajasawardhana adalah raja Majapahit (1451-1456). Ia adalah putera
Wikramawardhana. Rajasawardhana dianggap telah membunuh Dyah Kertawijaya, raja
Majapahit sebelumnya. Menurut riwayat, istana Majapahit telah dipindahkan ke
Kahuripan (Kediri). Setelah wafatnya Rajasawardhana, Majapahit tidak memiliki
raja (tahun 1453-1456). Pada masa ini, Islam mulai menyebar di wilayah pesisir
utara Pulau Jawa, yang disebarkan oleh para pedagang dari Gujarat (India).
Didahului oleh:
Dyah Kertawijaya
Raja Majapahit
1451 - 456 Digantikan oleh:
Girishawardhana
h). Girishawardhana
Girishawardhana adalah raja Majapahit (1456-1566). Ia adalah putera Dyah
Kertawijaya.
Didahului oleh:
Rajasawardhana
Raja Majapahit
1456 - 1566 Digantikan
oleh:
Suraprabhawa
i). Suraprabhawa
Suraprabhawa adalah raja Majapahit (1466-1474). Dua tahun setelah
menduduki raja, ia diusir oleh Brawijaya. Brawijaya kemudian menjadi raja di
Majapahit, namun Suraprabhawa mendirikan istana "tandingan" yang
berpusat di Tumapel (1468-1470), kemudian memindahkannya lagi ke Dhaha, Kediri
(1470-1474). Di Dhaha, ia digantikan oleh puteranya, Girindrawardhana.
Didahului oleh:
Girishawardhana
Raja Majapahit
1466 - 1474 Digantikan
oleh:
Brawijaya
j). Brawijaya V
Brawijaya (atau dikenal dengan Bhre Kertabhumi) adalah raja Majapahit
(1468-1478). Ia adalah putera Rajasawardhana. Mengklaim sebagai pewaris
Majapahit, ia menyerang raja berkuasa Suraprabhawa, hingga memaksa melarikan
diri ke Kediri.
Brawijaya memiliki istri bernama Anarawati, puteri dari Kerajaan Champa
(sekarang Kamboja), yang beragama Islam. Tahun 1478, Girindrawardhana (putera
Suraprabhawa) menyerang istana Majapahit dan memaksa Raja Brawijaya melarikan
diri ke Demak. Raja Brawijaya memiliki putra bernama Raden Patah, yang kelak
adalah pendiri Kesultanan Demak.
Nama Brawijaya diabadikan menjadi nama Universitas Brawijaya, sebuah
perguruan tinggi negeri di kota Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Didahului oleh:
Suraprabhawa
Raja Majapahit
1468 - 1478 Digantikan
oleh:
Girindrawardhana
k). Girindrawardhana
Girindrawardhana adalah raja terakhir Majapahit (1474-1519).
Girindrawardhana adalah putera Suraprabhawa yang berkuasa di Kediri.
Waktu itu istana Majapahit di Trowulan dikuasai oleh Raja Brawijaya. Pada tahun
1478, ia menyerang Brawijaya dan kembali menguasai istana Majapahit. Tahun
1486, Girindrawardhana memindahkan istana Majapahit ke Kediri. Waktu itu
Majapahit hanya tinggal puing-puing. Pada masa ini, penduduk Hindu Majapahit
banyak yang eksodus ke Bali, seiring dengan semakin menguatnya Islam di Majapahit.
Tahun 1513, Girindrawardhana mengadakan kontak dengan Portugis. Ia juga
beraliansi dengan Raja Klungkung (Bali) untuk menyerang Kerajaan Islam Demak,
namun serangan tersebut gagal. Pendukungnya melarikan diri ke Bali. Riwayat
Majapahit benar-benar tamat ketika Demak menyerang Kediri tahun 1527, dan
menyatakan bahwa Sultan Demak Raden Patah merupakan penerus Majapahit.
Didahului oleh:
Brawijaya
Raja Majapahit
1248 - 1254 Digantikan
oleh:
-
Taruhan Bola |
No comments:
Post a Comment