Sunday 16 August 2015

KESULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT

KESULTANAN  NGAYOGYAKARTA  HADININGRAT

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia
Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kasultanan Yogyakarta sekarang ini terletak di pusat Kota Yogyakarta.

Sejarah Terbentuknya Kota Yogyakarta

       1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram yang masih kosong oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan adalah putra Ki Ageng Ngenis atau cucu Ki Ageng Selo, tokoh ulama besar dari Selo kabupaten Grobogan.

       1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede. Selama menjadi penguasa Mataram ia tetap setia pada Sultan Pajang.

       1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal dan dimakamkan di sebelah barat Mesjid Kotagede. Sultan Pajang kemudian mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram. Sutawijaya juga disebut Ngabehi Loring Pasar karena rumahnya di sebelah utara pasar. Berbeda dengan ayahnya, Sutawijaya tidak mau tunduk pada Sultan Pajang. Ia ingin memiliki daerah kekuasaan sendiri bahkan ingin menjadi raja di seluruh Pulau Jawa.

       1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.

       1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan bergelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Sebagai dalih legitimasi kekuasaannya, Senapati berpendirian bahwa Mataram mewarisi tradisi Pajang yang berarti bahwa Mataram berkewajiban melanjutkan tradisi penguasaan atas seluruh wilayah Pulau Jawa.

       1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Seda ing Krapyak.

       1613 - Mas Jolang wafat kemudian digantikan oleh Pangeran Aryo Martoputro. Tetapi karena sering sakit kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman dan juga terkenal dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma. Pada masa Sultan Agung kerajaan Mataram mengalami perkembangan pada kehidupan politik, militer, kesenian, kesusastraan, dan keagamaan. Ilmu pengetahuan seperti hukum, filsafat, dan astronomi juga dipelajari.

       1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Amangkurat I.

       1645 - 1677 - Setelah wafatnya Sultan Agung, kerajaan Mataram mengalami kemerosotan yang luar biasa. Akar dari kemerosotan itu pada dasarnya terletak pada pertentangan dan perpecahan dalam keluarga Kerajaan Mataram sendiri yang dimanfaatkan oleh VOC. Puncak dari perpecahan itu terjadi pada tanggal 13 Februari 1755 yang ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Dalam Perjanjian Giyanti tersebut dinyatakan bahwa Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kasultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdul Rakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah atau lebih populer dengan gelar Sri Hamengkubuwana I

1). Hamengkubuwana I
Sri Hamengkubuwana I (6 Agustus 1717 - 24 Maret 1792) terlahir dengan nama Raden Mas Sujana yang merupakan adik Susuhunan Mataram II; Pakubuwana II di Surakarta. Sultan Hamengkubuwana I dalam sejarah terkenal sebagai Pangeran Mangkubumi pada waktu sebelum naik tahta kerajaan Ngayogyakarta, putra Sunan Prabu dan saudara muda Susuhunan Pakubuwana II. Karena berselisih dengan Pakubuwana II, masalah suksesi, ia mulai menentang Pakubuwana II (1747) yang mendapat dukungan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau lebih terkenal sebagai Kompeni Belanda (perang Perebutan Mahkota III di Mataram).

Dalam pertempurannya melawan kakaknya, Pangeran Mangkubumi dengan bantuan panglimanya Raden Mas Said, terbukti sebagai ahli siasat perang yang ulung, seperti ternyata dalam pertempuran-pertempuran di Grobogan, Demak dan pada puncak kemenangannya dalam pertempuran di tepi Sungai Bagawanta. Disana Panglima Belanda De Clerck bersama pasukannya dihancurkan (1751). peristiwa lain yang penting menyebabkan Pangeran Mangkubumi tidak suka berkompromi dengan Kompeni Belanda. Pada tahun 1749 Susuhunan Pakubuwana II sebelum mangkat menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni Belanda; Putra Mahkota dinobatkan oleh Kompeni Belanda menjadi Susuhunan Pakubuwana III.

Kemudian hari Raden Mas Said bercekcok dengan Pangeran Mangkubumi dan akhirnya diberi kekuasaan tanah dan mendapat gelar pangeran Mangkunegara.

Pangeran Mangkubumi tidak mengakui penyerahan Mataram kepada Kompeni Belanda. Setelah pihak Belanda beberapa kali gagal mengajak Pangeran Mangkubumi berunding menghentikan perang dikirimkan seorang Arab dari Batavia yang mengaku ulama yang datang dari Tanah Suci. Berkat pembujuk ini akhirnya diadakan perjanjian di Giyanti (sebelah timur kota Surakarta) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni Belanda serta Susuhunan Pakubuwana III (1755).

Menurut perjanjian Giyanti itu kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, ialah kerajaan Surakarta yang tetap dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III dan kerajaan Ngayogyakarta dibawah Pangeran Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwana I yang bergelar Senopati Ing Ngalaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dengan karatonnya di Yogyakarta. Atas kehendak Sultan Hamengkubuwana I kota Ngayogyakarta (Jogja menurut ucapan sekarang) dijadikan ibukota kerajaan. Kecuali mendirikan istana baru, Hamengkubuwana I yang berdarah seni mendirikan bangunan tempat bercengrama Taman Sari yang terletak di sebelah barat istananya.

Kisah pembagian kerajaan Mataram II ini dan peperangan antara pangeran-pangerannya merebut kekuasaan digubah oleh Yasadipura menjadi karya sastra yang disebut Babad Giyanti.

Sultan Hamengkubuwana I dikenal oleh rakyatnya sebagai panglima, negarawan dan pemimpin rakyat yang cakap. Beliau meninggal pada tahun 1792 Masehi dalam usia tinggi dan dimakamkan Astana Kasuwargan di Imogiri. Putra Mahkota menggantikannya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono II.

Didahului oleh:
tidak ada    Raja Kesultanan Yogyakarta
1755 - 1792         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono II


2). Hamengkubuwana II
Hamengkubuwana II (7 Maret 1750 - 2 Januari 1828) atau terkenal pula dengan nama lainnya Sultan Sepuh. Dikenal sebagai penentang kekuasaan Belanda, antara lain menentang gubernur jendral Daendels dan Raffles, sultan menentang aturan protokoler baru ciptaan Daendels mengenai alat kebesaran Residen Belanda, pada saat menghadap sultan misalnya hanya menggunakan payung dan tak perlu membuka topi, perselisihan antara Hamengkubuwana II dengan susuhunan surakarta tentang batas daerah kekuasaan juga mengakibatkan Daendels memaksa Hamengkubuwono II turun takhta pada tahun 1810 dan untuk selanjutnya bertahta secara terputus-putus hingga tahun 1828. Hamengkubuwono III, Hamengkubuwono IV dan Hamengkubuwono V sempat bertahta saat masa hidupnya.

Tahun 1812 Raffles menyerbu Yogyakarta dan menangkap Sultan Sepuh yang kemudian diasingkan di Pulau Pinang kemudian dipindah ke Ambon.

Didahului oleh:
Hamengkubuwono I
Raja Kesultanan Yogyakarta
1792 - 1812 dan 1826 - 1828 Digantikan oleh:
Hamengkubuwono III


3). Hamengkubuwana III
Hamengkubuwana III (1769 - 3 November 1814) adalah putra dari Hamengkubuwana II (Sultan Sepuh). Hamengkubuwana III memegang kekuasaan pada tahun 1810. Setahun kemudian ketika Pemerintah Belanda digantikan Pemerintah Inggris di bawah pimpinan Letnan Gubernur Raffles, Sultan Hamengkubuwana III turun tahta dan kerajaan dipimpin oleh Sultan Sepuh (Hamengkubuwana II) kembali selama satu tahun (1812).

Pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwana III keraton Yogyakarta mengalami kemunduran yang besar-besaran. Kemunduran-kemunduran tersebut antara lain :

o        Kerajaan Ngayogyakarta diharuskan melepaskan daerah Kedu, separuh Pacitan, Japan, Jipang dan Grobogan kepada Inggris dan diganti kerugian sebesar 100.000 real setahunnya.

o        Angkatan perang kerajaan diperkecil dan hanya beberapa tentara keamanan keraton.

o        Sebagian daerah kekuasaan keraton diserahkan kepada Pangeran Notokusumo yang berjasa kepada Raffles dan diangkat menjadi Pangeran Adipati Ario Paku Alam I.
Pada tahun 1814 Hamengkubuwana III mangkat dalam usia 43 tahun.
Didahului oleh:
Hamengkubuwono II
Raja Kesultanan Yogyakarta
1810 - 1814         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono IV


4). Hamengkubuwono IV
Hamengkubuwono IV (3 April 1804 - 6 Desember 1822) diangkat sebagai raja pada usia 10 tahun, karenanya dalam memerintah didampingi wali yaitu Paku Alam I hingga tahun 1820. Pada masa pemerintahannya diberlakukan sistem sewa tanah untuk swasta tetapi justru merugikan rakyat.

Pada tahun 1822 beliau wafat pada saat bertamasya sehingga diberi gelar Sultan Seda Ing Pesiyar.

Didahului oleh:
Hamengkubuwono III
Raja Kesultanan Yogyakarta
1814 - 1823         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono V


5). Hamengkubuwono V
Hamengkubuwono V (25 Januari 1820 - 4 Juni 1855) bernama kecil Raden Mas Menol dan dinobatkan sebagai raja di kesultanan Yogyakarta dalam usia 3 tahun. Dalam memerintah beliau dibantu dewan perwalian yang antara lain beranggotakan Pangeran Diponegoro sampai tahun 1836.

Beliau mangkat pada tahun 1855 tanpa meninggalkan putra yang dapat menggantikannya.

Didahului oleh:
Hamengkubuwono IV
Raja Kesultanan Yogyakarta
1823 - 1826 dan 1828 - 1855 Digantikan oleh:
Hamengkubuwono VI


6). Hamengkubuwono VI
Hamengkubuwono VI (19 Agustus 1821 - 20 Juli 1877) adalah adik dari Hamengkubuwono V. Hamengkubuwono VI semula bernama Pangeran Adipati Mangkubumi. Kedekatannya dengan Belanda membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel pada tahun 1839 dan Kolonel pada tahun 1847 dari Belanda.

Perkawinannya dengan putri Solo pada tahun 1848 yaitu kemenakan Susuhunan Pakubuwono V atau cucu Pakubuwono IV dari garwa ampeyan (selir) merupakan catatan sejarah bagi terjalinnya kembali hubungan antara Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta yang sejak perjanjian Gianti (1755) sering terjadi pertikaian antara kedua belah pihak.

Didahului oleh:
Hamengkubuwono V
Raja Kesultanan Yogyakarta
1855 - 1877         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono VII


7). Hamengkubuwono VII
Hamengkubuwono VII (4 Februari 1839 - 1921) adalah nama salah seorang raja di Kesultanan Yogyakarta. Pada masa kepemimpinan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, seluruhnya berjumlah 17 pabrik. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang pada Sultan untuk menerima dana sebesar Rp.200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih.

Masa kepemimpinannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah modern didirikan dan karenanya putra-putranya diharuskan mengenyam pendidikan modern, bahkan hingga ke negeri Belanda.

Tahun 1920 dalam usia 80 tahun, Sultan turun tahta dan mengangkat putra mahkotanya sebagai penggantinya.

Konon turun tahtanya Hamengkubuwono VII masih dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota yang seharusnya menggantikan Hamengkubuwono VII secara tiba-tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas sebab akibat kematiannya . Dicurigai adanya keterlibatan pihak belanda yang tidak setuju dengan pengangkatan putera Mahkota pengganti ayahanda Hamengkubuwono VII yang notabene selalu melawan aturan-aturan yang dibuat oleh Belanda.

Biasanya dalam pergantian tahta raja kepada putera mahkota menunggu sampai sang raja atau ayahanda meninggal dunia tetapi dalam sejarah ini berbeda karena pergantian Hamengkubuwono VII ke Hamengkubuwono VIII sang ayah masih hidup, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah di asingkan oleh anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Keraton diluar keraton Jogyakarta.

Dengan besar hati Hamengkubuwono VII mengikuti kemauan sang anak (mikul dhuwur mendem djero) yang secara politis telah menguasai kondisi didalam pemerintahan kerajaan, Didalam pengasingannya sang Raja pernah bersabda " Tidak pernah ada Raja yang mati di keraton setelah saya" kita tidak tau maksud dari perkataan raja tetapi yang jelas raja Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan di luar kota dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat.Karena kepercayaan masyarakat Jawa tempo dulu suatu kebanggan kalo mereka meninggal di rumah sendiri .

Didahului oleh:
Hamengkubuwono VI
Raja Kesultanan Yogyakarta
1877 - 1921         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono VIII


8). Hamengkubuwono VIII
Hamengkubuwono VIII adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kesultanan Yogyakarta. Pada masa Hamengkubuwono VIII, Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai sekolah-sekolah kesultanan. Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di Belanda.

Beliau meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di RS Panti Rapih Yogyakarta.

Didahului oleh:
Hamengkubuwono VII
Raja Kesultanan Yogyakarta
1921 - 1939         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono IX


9). Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Sompilan Ngasem, Yogyakarta, 12 April 1912 - Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988) adalah seorang Raja Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Biografi
Lahir di Yogyakarta pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda ("Sultan Henkie").

Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panotogomo Kholifatulloh Ingkang Kaping Songo". Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".

Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.

Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.

Didahului oleh:
Drs. Mohammad Hatta
Wakil Presiden Republik Indonesia
1973 - 1978         Digantikan oleh:
H. Adam Malik

Didahului oleh:
Hamengkubuwono VIII
Raja Kesultanan Yogyakarta
1940 - 1988         Digantikan oleh:
Hamengkubuwono X

Didahului oleh:
tidak ada    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
1945 - 1988         Digantikan oleh:
Sri Paku Alam VIII


10). Hamengkubuwono X
Hamengkubuwono X adalah salah seorang raja di Kesultanan Yogyakarta dan juga seorang Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hamengkubuwono X lahir dengan nama Bendoro Raden Mas Herjuno Darpito pada tanggal 2 April 1946. Setelah dewasa bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi dan setelah diangkat sebagai putra mahkota diberi gelar KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram. Hamengkubuwono X adalah seorang lulusan Fakultas Hukum UGM dan dinobatkan sebagai raja pada tanggal 7 Maret 1989 (Selasa Wage 19 Rajab 1921).

Hamengkubuwono X aktif dalam berbagai organisasi dan pernah memegang berbagai jabatan diantaranya adalah ketua umum Kadinda DIY, ketua DPD Golkar DIY, ketua KONI DIY, Dirut PT Punokawan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, Presiden Komisaris PG Madukismo, dan pada bulan Juli 1996 diangkat sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur DIY.

Pada masa kepemimpinannya, Yogyakarta mengalami gempa bumi yang terjadi pada bulan Mei 2006 dengan skala 5,9 sampai dengan 6,2 Skala Richter yang menewaskan lebih dari 6000 orang dan melukai puluhan ribu orang lainnya.

Saudara
1.       GBPH Joyokusumo
2.       GBPH Prabukusumo
3.       GBPH Yudaningrat

Didahului oleh:
Hamengkubuwono IX
Raja Kesultanan Yogyakarta
1989 - sekarang   Digantikan oleh:
sedang menjabat
Didahului oleh:
Sri Paku Alam VIII
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
1998 - sekarang
Digantikan oleh:
sedang menjabat


Daftar sultan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

No.    Nama Dari   Sampai        Keterangan
1.       Sri Sultan Hamengkubuwono I
13 Februari 1755
24 Maret 1792

2.       Sri Sultan Hamengkubuwono II
2 April 1792
20 Juni 1812
periode pertama
3.       Sri Sultan Hamengkubuwono III
28 Juni 1812
3 November 1814

4.       Sri Sultan Hamengkubuwono IV
9 November 1814
6 Desember 1823

5.       Sri Sultan Hamengkubuwono V
19 Desember 1823
17 Agustus 1826
periode pertama
6.       Pangeran Diponegoro
15 Agustus 1825
Maret 1830
dalam pemberontakan
7.       Sri Sultan Hamengkubuwono II
17 Agustus 1826
2 Januari 1828
periode ke-2
8.       Sri Sultan Hamengkubuwono V
17 Januari 1828
5 Juni 1855
periode ke-2
9.       Sri Sultan Hamengkubuwono VI
5 Juli 1855
20 Juli 1877

10.     Sri Sultan Hamengkubuwono VII
22 Desember 1877
29 Januari 1921

11.     Sri Sultan Hamengkubuwono VIII
8 Februari 1921
22 Oktober 1939

12.     Sri Sultan Hamengkubuwono IX
18 Maret 1940
2 Oktober 1988

13.     Sri Sultan Hamengkubuwono X

7 Maret 1989


http://www.zonawin.com
Taruhan Bola

No comments:

Post a Comment