KESULTANAN DEMAK
Kesultanan Demak, adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah)
adalah putra Raja Majapahit
Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa (daerah yang
sekarang adalah perbatasan Kamboja dan Vietnam).
Pada awal abad keempat-belas, Kaisar Yan Lu dari dynasti Ming
mengirimkan seorang Putri kepada Brawijaya dikerajaan Majapahit sebagai tanda
persahabatan kedua negara. Putri yang cantik-jelita dan pintar ini segera
mendapatkan tempat istimewa dihati Raja. Raja Brawijaya sangat tunduk pada
semua kemauan sang puteri jelita, yang nantinya membawa banyak pertentangan
dalam istana Majapahit.
Pada saat itu, Raja Brawijaya sudah memiliki permaisuri yang berasal
Champa, masih kerabat Raja Champa dan memiliki julukan Ratu Ayu Kencono Wungu.
Makamnya saat ini ada di Trowulan, Mojokerto. Sang permaisuri memiliki ketidak
cocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu.
Akhirnya Raja Brawijaya dengan berat hati harus menyingkirkan Puteri
cantik ini dari Majapahit. Dalam keadaan mengandung Puteri cantik itu
dihibahkan oleh Raja Brawijaya kepada Adipati Palembang, Arya Sedamar. Dan
disanalah Jim-Bun atau Raden Patah dilahirkan.
Dari Arya Sedamar, putri ini memiliki seorang anak laki laki. Dengan
kata lain Raden Patah memiliki adik laki laki seibu, tapi berbeda ayah.
Setelah memasuki usia belasan tahun, Raden Patah, bersama adiknya, dan
diantar ibunya berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Denta. Raden Patah
mendarat dipelabuhan Tuban sekitar tahun 1419 Masehi.
Ibunda Raden Patah setelah mangkat disemayamkan di Rembang. Jim-Bun atau Raden Patah sempat tinggal beberapa lama di Ngampel-delta
dirumah pamannya, kakak-misan ibunya, Sunan Ngampel dan juga bersama para
saudagar besar muslim ketika itu.
Disana ia pula mendapat dukungan dari rekan2 utusan Kaisar Cina,
Panglima Cheng Ho atau juga dikenal sebagai Dampu-awang atau Sam Poo Tai-jin.
Panglima berasal dari Xin-Kiang, pengenal Islam.
Menurut catatan digoa Batu, Semarang tujuh dari sembilan para Wali-Songo
adalah keluarga dan rekan Panglima Cheng-Ho yang juga beasal dari daratan
China.
Saat itu pengaruh Majapahit telah memudar, dan wilayahnya hanya sebagian
kecil Jawa Timur. Paden Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh
menantunya, Pati Unus. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka
melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan
digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggana.
Cikal Bakal Demak
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, Secara praktis
wilayah - wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah - wilayah yang
terbagi menjadi kadipaten - kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim
sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada
dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah
mendapat dukungan dari Wali Sanga, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari
Syech Siti Jenar.
1). Raden Patah
Raden Patah (bergelar Alam Akbar Al Fattah), adalah raja pertama
Kesultanan Demak, pada tahun 1478. Ia sebenarnya adalah putra raja Majapahit
Brawijaya. Ibunya adalah keturunan Champa (sekarang di perbatasan Kamboja dan
Vietnam) yang beragama Islam. Dalam pemerintahannya, ia banyak dibantu oleh
para Walisongo yang beberapa diantaranya memiliki berkerabat dengannya melalui
jalur ibu.
Raden Patah memiliki dua orang putra, yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen
dan Pangeran Trenggono, serta bermenantukan Pati Unus dan Fatahillah. Raden
Patah meninggal tahun 1518, dan digantikan oleh menantunya Pati Unus.
Didahului oleh:
- Sultan Demak
1478 - 1518 Digantikan
oleh:
Pati Unus
2). Pati Unus
Pati Unus, (1480?–1521) adalah Sultan Demak kedua yang memerintah dari
tahun 1518 hingga 1521. Ia adalah menantu Raden Patah, pendiri Kesultanan
Demak. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan
pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh
adik iparnya, Sultan Trenggana.
Pati Unus dikenal juga dengan julukan Pangeran Sabrang Lor
(sabrang=menyeberang, lor=utara), karena pernah menyeberangi Laut Jawa menuju
Malaka untuk melawan Portugis.
Silsilah
Nama asli beliau Raden Abdul Qadir putra Raden Muhammad Yunus dari
Jepara. Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari
Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus. Muballigh dan Musafir
besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di
awal 1400-an masehi.
Silsilah Syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh
Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di
Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul
Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam
Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam.
Imam Faqih Muqaddam seorang Ulama besar sangat terkenal di abad 12-13 M
yang merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad, Sayyidus Syuhada Imam Husayn
(Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina Ali bin Abi Talib
Karromallohu Wajhahu dengan Sayyidah Fatimah Al Zahra.
Setelah menetap di Jepara, Syekh Khaliqul Idrus menikah dengan putri
seorang Muballigh asal Gujarat yang lebih dulu datang ke tanah Jawa yaitu dari
keturunan Syekh Mawlana Akbar, seorang Ulama, Muballigh dan Musafir besar asal
Gujarat, India yang mempelopori dakwah diAsia Tenggara.
Seorang putra beliau adalah Syekh Ibrahim Akbar yang menjadi Pelopor
dakwah di tanah Campa (di delta Sungai Mekong, Kamboja) yang sekarang masih ada
perkampungan Muslim. Seorang putra beliau dikirim ke tanah Jawa untuk berdakwah
yang dipanggil dengan Raden Rahmat atau terkenal sebagai Sunan Ampel. Seorang
adik perempuan beliau dari lain Ibu (asal Campa) ikut dibawa ke Pulau Jawa
untuk ditawarkan kepada Raja Brawijaya sebagai istri untuk langkah awal
meng-Islam-kan tanah Jawa.
Raja Brawijaya berkenan menikah tapi enggan terang-terangan masuk Islam.
Putra yang lahir dari pernikahan ini dipanggil dengan nama Raden Patah. Setelah
menjadi Raja Islam yang pertama di beri gelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah.
Disini terbukalah rahasia kenapa beliau Raden Patah diberi gelar Alam Akbar
karena ibunda beliau adalah cucu Ulama Besar Gujarat Syekh Mawlana Akbar yang
hampir semua keturunannya menggunakan nama Akbar seperti Ibrahim Akbar, Nurul
Alam Akbar, Zainal Akbar dan banyak lagi lainnya.
Kembali ke kisah Syekh Khaliqul Idrus, setelah menikah dengan putri
Ulama Gujarat keturunan Syekh Mawlana Akbar lahirlah seorang putra beliau yang
bernama Raden Muhammad Yunus yang setelah menikah dengan seorang putri pembesar
Majapahit di Jepara dipanggil dengan gelar Wong Agung Jepara. Dari pernikahan
ini lahirlah seorang putra yang kemudian terkenal sangat cerdas dan pemberani
bernama Abdul Qadir yang setelah menjadi menanntu Sultan Demak I Raden Patah
diberi gelar Adipati bin Yunus atau terkenal lagi sebagai Pati Unus yang kelak
setelah gugur di Malaka di kenal masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor.
Kiprah
Setelah Raden Abdul Qadir beranjak dewasa di awal 1500-an beliau diambil
mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan
dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara
(tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih
dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil
sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang
memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Dari pernikahan ini beliau diketahui memiliki 2 putra. Ke 2 putra beliau
yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi
besar yang fatal yang segera merubah nasib Kesultanan Demak.
Sehubungan dengan intensitas persaingan dakwah dan niaga di Asia
Tenggara meningkat sangat cepat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis di
tahun 1511, maka Kesultanan Demak mempererat hubungan dengan kesultanan
Banten-Cirebon yang juga masih keturunan Syekh Mawlana Akbar Gujarat. Karena
Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah adalah putra Abdullah putra
Nurul Alam putra Syekh Mawlana Akbar, sedangkan Raden Patah seperti yang
disebut dimuka adalah ibundanya cucu Syekh Mawlana Akbar yang lahir di Campa.
Sedangkan Pati Unus neneknya dari pihak ayah adalah juga keturunan Syekh
Mawlana Akbar.
Hubungan yang semakin erat adalah ditandai dengan pernikahan yang ke02
Pati Unus dengan Ratu Ayu putri Sunan Gunung Jati tahun 1511. Tak hanya itu,
Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam membawahi
armada Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon, diberkati oleh mertuanya sendiri
yang merupakan Pembina umat Islam di tanah Jawa, Syekh Syarif Hidayatullah
bergelar Sunan Gunung Jati. Gelar beliau yang baru adalah Senapati Sarjawala
dengan tugas utama merebut kembali tanah Malaka yang telah jatuh ke tangan
Portugis.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini
membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak
untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi
Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tapi gagal dan
balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi
pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka
direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah
Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah
mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan
Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus,
Adipati wilayah Jepara yang garis nasab (Patrilineal)-nya adalah keturunan Arab
dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.
Expedisi Jihad II
Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun
baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala
kemudahan dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putra beliau
(yang masih sangat remaja) dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang
putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang selir dengan risiko
kehilangan segalanya termasuk putus nasab keturunan, tapi sungguh Allah
membalas kebaikan orang-orang yang berjuang di jalannya.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat
pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang
yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh
Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari
sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan
berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis
pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan
meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka.
Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan
perahu untuk merapat ke pantai. Beliau gugur sebagai Syahid karena kewajiban
membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu
memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat
hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menimbulkan korban yang sangat besar di
pihak Portugis, karena itu sampai sekarang Portugis tak suka mengisahkan
kembali pertempuran dahsyat di tahun 1521 ini . Melalui situs keturunan
Portugis di Malaka (kaum Papia Kristang) hanya terdapat kegagahan Portugis
dalam mengusir armada tanah jawa (expedisi I) 1513 dan armada Johor dalam
banyak pertempuran kecil.
Armada Islam gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban
kemudian memutuskan mundur dibawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam
komando setelah Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas siapa Raden
Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati Unus gugur
diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus Pasai) karena sekembalinya sisa dari
Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa , Fadhlullah Khan alias Falathehan alias
Fatahillah alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati Unus
yang syahid di Malaka.
Kegagalan expedisi jihad yang ke II ke Malaka ini sebagian disebabkan
oleh faktor - faktor internal, terutama masalah harmoni hubungan kesultanan -
kesultanan Indonesia.
Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua,
Raden Abdullah dengan takdir Allah untuk meneruskan keturunan Pati Unus,
selamat dan bergabung dengan armada yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa.
Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka
yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali
dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Melayu Malaka ini keturunannya
kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan
tanah Pasundan hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu
di Jawa Barat dengan Tasikmalaya yang berarti Danau nya orang Malaya (Melayu).
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut
masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di
seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon
segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan,
dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa
1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung
Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang menjadi janda
Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
Keturunan
Dengan selamatnya putra Pati Unus yang kedua yaitu Raden Abdullah, maka
sungguh Allah hendak melestarikan keturunan para Syahid, seperti yang terjadi
pada pembantaian cucu nabi Muhammad, Imam Husain dan keluarganya ternyata
keturunan beliau justru menjadi berkembang besar dengan selamatnya putra beliau
Imam Zaynal Abidin. Bukan kebetulan pula bila Pati Unus pun seperti yang
disebut diatas adalah keturunan Imam Husayn cucu Nabi Muhammad SAW, karena
hanya Pahlawan besar yang melahirkan Pahlawan besar.
Ketika armada Islam mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden
Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan
pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling
berkerabat satu sama lain sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh
dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak
merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya
menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah
keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden
Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal
(garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni
keturunan Jawa (Majapahit).
Kebanggaan Orang Jawa sebagai orang Jawa walaupun sudah menerima Islam
berbeda dengan sikap orang Pasundan setelah menerima Islam berkenan menerima
Raja mereka dari keturunan Arab seperti Sultan Cirebon Sunan Gunung jati dan
putranya Sultan Banten Mawlana Hasanuddin. Kebanggaan orang Jawa sebagai bangsa
yang punya identitas sendiri, dengan gugurnya Pati Unus, membuka kembali
konflik lama yang terpendam dibawah kewibawaan dan keadilan yang bersinar dari
Pati Unus. Kisah ini nyaris mirip dengan gugurnya Khalifah umat Islam ketiga di
Madinah, Umar bin Khattab yang segera membuka kembali konflik lama antara
banyak kelompok yang sudah lama saling bertikai di Mekah dan Madinah.
Sedangkan di tanah Jawa, sejak Islam merata masuk hingga pelosok dibawah
kepeloporan kesultanan Demak pada akhirnya timbul persaingan antara kaum Muslim
Santri di pesisir dengan Muslim Abangan di pedalaman yang berakibat fatal
dengan perang saudara berkelanjutan antara Demak, Pajang dan Mataram.
Kiprah Putra Pati Unus di Banten
Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden
Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin
dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak
telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon.
Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya
Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten
ke II Mawlana Yusuf (adik ipar beliau) sebagai penasehat resmi Kesultanan .
Dari titik ini keturunan beliau selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten
, seperti seorang putra beliau Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi
Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul
Qadir.
Ketika penaklukan Kota Pakuan terakhir 1579, Raden Aryawangsa yang masih
menjadi Panglima dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (yang
juga paman beliau sendiri karena Ibunda beliau adalah kakak dari Mawlana Yusuf
yang dinikahi Raden Abdullah putra Pati Unus) mempunyai jasa besar, sehingga
diberikan wilayah kekuasaan Pakuan dan bermukim hingga wafat di desa Lengkong
(sekarang dekat Serpong). Raden Aryawangsa menikahi seorang putri Istana Pakuan
dan keturunannya menjadi Adipati Pakuan dengan gelar Sultan Muhammad Wangsa
yang secara budaya menjadi panutan wilayah Pakuan yang telah masuk Islam (Bogor
dan sekitarnya), tapi tetap tunduk dibawah hukum Kesultanan Banten.
Seperti yang disebut diatas, Raden Aryawangsa kemudian lebih banyak
berperan di Kesultanan Banten sebagai Penasehat Sultan, setelah beliau wafat
kiprah keluarga Pati Unus kemudian diteruskan oleh putra dan cucu beliau para
Sultan Pakuan Islam hingga Belanda menghancurkan keraton Surosoan di zaman
Sultan Ageng Tirtayasa (1683), dan membuat keraton Pakuan Islam ,sebagai cabang
dari Keraton Banten, ikut lenyap dari percaturan politik dengan Sultan yang
terakhir Sultan Muhammad Wangsa II bin Sultan Muhammad Wangsa I bin Raden
Aryawangsa bin Raden Abdullah bin Pangeran Sabrang Lor bin Raden Muhammad Yunus
Jepara ikut menyingkir ke pedalaman Bogor sekitar Ciampea.
Kiprah Putra Pati Unus di wilayah Galuh
(Priangan Timur)
Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki
anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang belakangan
lebih dikenal dengan gelar Raden Suryadiningrat yang diberikan Panembahan
Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur pada tahun 1595.
Kehadiran putra Pati Unus di wilayah Priangan Timur ini tidak terlepas
dari kerjasama dakwah antara Kesultanan Banten dan Cirebon dalam usaha meng
islam kan sisa-sisa kerajaan Galuh di wilayah Ciamis hingga Sukapura (sekarang
Tasikmalaya).
Raden Surya dikirim ayahnya, Raden Abdullah putra Pati Unus yang telah
menjadi Penasehat Kesultanan Banten untuk membantu laskar Islam Cirebon dalam
usaha peng Islaman Priangan Timur. Raden Surya memimpin dakwah (karena hampir
tanpa pertempuran) hingga mencapai daerah Sukapura dibantu keturunan tentara
Malaka yang hijrah ketika Pati Unus gagal merebut kembali Malaka dari penjajah
Portugis. Beristirahatlah mereka di suatu tempat dan dinamakan Tasikmalaya yang
berarti danaunya orang Malaya (Melayu) karena didalam pasukan beliau banyak
terdapat keturunan Melayu Malaka.
Raden Surya di tahun 1580 ini di angkat oleh Sultan Cirebon II Pangeran
Arya Kemuning atau dipanggil juga Pangeran Kuningan (putra angkat Sunan Gunung
Jati, karena putra kandung Pangeran Muhammad Arifin telah wafat) sebagai
Adipati Galuh Islam. Akan tetapi seiring dengan makin melemahnya kesultanan
Cirebon sejak wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1579, maka wilayah Galuh
Islam berganti-ganti kiblat Kesultanan. Pada saat 1585-1595 wilayah Sumedang
maju pesat dengan Prabu Geusan Ulun memaklumkan diri jadi Raja memisahkan diri
dari Kesultanan Cirebon. Sehingga seluruh wilyah Priangan taklukan Cirebon
termasuk Galuh Islam bergabung ke dalam Kesultanan Sumedang Larang. Inilah
zaman keemasan Sumedang yang masih sering di dengungkan oleh keturunan Prabu
Geusan Ulun dari dinasti Kusumahdinata.
Sekitar tahun 1595 Panembahan Senopati dari Mataram mengirim expedisi
hingga Priangan, Sumedang yang telah lemah sepeninggal Prabu Geusan Ulun
kehilangan banyak wilayah termasuk Galuh Islam. Maka Kadipaten Galuh Islam yang
meliputi wilayah Ciamis hingga Sukapura jatuh ke tangan Panembahan Senopati.
Raden Suryadiwangsa cucu Pati Unus segera diangkat Panembahan Senopati sebagai
Penasehat beliau untuk perluasan wilayah Priangan dan diberi gelar baru Raden
Suryadiningrat.
Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi
kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah
menikah dengan putri bangsawan setempat. Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635
resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa
memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung
Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura
(Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini
dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir
berkedudukan di Manonjaya adalah kakek dari kakek kami bergelar Raden
Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah beliau pensiun maka
ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.
Sumber
• Nasab silsilah Kesultanan
Banten, Nasab silsilah Kesultanan Cirebon, Nasab silsilah Kesultanan Demak,
Sejarah kota-kota lama Jawa Barat, Negarakerthabumi Parwa I Sargha II,
Berita-berita sumber Portugis abad 15-16 (Barros, Tome Pirres, Hendrik De
Lame).
Didahului oleh:
Raden Patah
Sultan Demak
1518 - 1521 Digantikan
oleh:
Sultan Trenggono
3). Sultan Trenggono
Sultan Trenggono, adalah sultan Demak (1521-1546). Ia adalah anak Raden
Patah, pendiri Kesultanan Demak. Sultan Trenggono berjasa atas penyebaran Islam
di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggono, Demak mulai menguasai
daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran (1527),
Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan
Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).
Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera) yang menjadi menantu Raden
Patah, diangkat Sultan Trenggono sebagai panglima perang Demak.
Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran
menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
Didahului oleh:
- Pati Unus
1521 - 1546 Digantikan
oleh:
Sunan Prawoto
4). Sunan Prawoto
Sunan Prawoto, adalah sultan Demak (1546-1561), menggantikan Sultan
Trenggono yang telah wafat. Suksesi ini tidak mulus; Sunan Prawoto ditentang
oleh adik Sultan Trenggono, Pangeran Seda Lepen. Pangeran Seda Lepen terbunuh,
dan akhirnya pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh
suruhan Arya Penangsang, putera Pangeran Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian
menjadi penguasa tahta Demak.
Akan tetapi Arya Penangsang tidak lama berkuasa karena mendapat banyak
tentangan dari para tokoh masyarakat dan adipati lainnya, diataranya Ratu
Kalinyamat yang suaminya Adipati Jepara konon juga dibunuh oleh suruhan Arya
Penangsang. Adipati Pajang Joko Tingkir yang juga menantu Sultan Terenggono,
bersama-sama dengan Ki Ageng Pemanahan dan putranya Sutawijaya lalu menyerang
dan berhasil menyingkirkan Arya Penangsang. Joko Tingkir kemudian mendirikan
Kesultanan Pajang dan naik tahta dengan gelar Sultan Adiwijaya. Ia memindahkan
keraton ke Pajang, Jawa Tengah.
Didahului oleh:
- Sultan Trenggono
1546 - 1561 Digantikan
oleh:
Taruhan Bola |
No comments:
Post a Comment